Pertanyaan “kapan nikah?” yang ditujukan kepada orang yang belum nikah ini menyebalkan dan enggak penting banget. Pertanyaan berikutnya adalah “kapan punya anak?”. Pertanyaan ini bukan hanya menyebalkan tetapi terkesan jahat karena ada nada merendahkan. Meskipun pertanyaan tersebut merupakan bentuk kepedulian dan basa basi yang terkadang diperlukan untuk menciptakan suatu obrolan yang asik dan mecairkan kebekuan komunikasi.
Pertanyaan tentang kapan adalah pertanyaan tentang waktu yang juga banyak di bidang pajak. “Kapan” dalam bidang perpajakan dapat berupa “saat”, “waktu”, “paling lambat”, “dalam jangka waktu”. Saat terutang pajak menjadi salah satu materi yang sering menjadi sengketa pajak yang berujung gugatan dan banding. Sengketa Kapan harus membayar pajak dan kapan melaporkan pajak relatif sedikit. Jika Wajib Pajak dan Fiskus sudah sepakat tentang kapan saat terutang pajak, waktu pembayaran dan waktu pelaporan nyaris tidak ada sengketa. Permasalahan awalnya ada di “kapan saat terutang pajak”.
Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), selain ada saat terutang pajak, ada juga saat pembuatan faktur. Nah makin rumit kan. Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 (PP 44 / 2022). Sebagai berikut:
- Faktur Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat penyerahan atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat 10), serta Pasal 24.
- Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
- Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap tidak membuat Faktur Pajak
Kata “saat penyerahan” bisa mempunyai banyak penafsiran, lebih mudahnya kita lihat saja contoh saat pembuatan faktur pada Pasal 26 ayat (1) PP 44 / 2022.
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) bergerak
Contoh 1:
PT Aman menyerahkan BKP secara langsung kepada Tuan Igna pada tanggal 15 September 2022.
Atas transaksi penyerahan BKP tersebut, PT Aman membuat Faktur Pajak pada tanggal 15 September 2022, yaitu pada saat diserahkan secara langsung kepada Pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama Pembeli.
Contoh 2:
PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual BKP kepada PT Ceria di Surabaya dengan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (free on board shipping point).
BKP dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pada tanggal 12 September 2022 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan tanggal delivery order (DO) 12 September 2022.
Barang diterima oleh PT Ceria pada tanggal 14 September 2022.
Atas transaksi penyerahan BKP tersebut, PT Berkah membuat Faktur Pajak pada tanggal 12 September 2022, yaitu pada saat diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan. Tanggal tersebut merupakan saat pembuatan Faktur Pajak karena transaksi menggunakan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (free on board shipping point).
Contoh 3:
PT Cantik di Jakarta menjual BKP kepada PT Sentosa di Semarang dengan syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang Pembeli (free on board destination).
Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 12 September 2022 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pada tanggal 13 September 2022.
PT Cantik menerbitkan faktur penjualan (invoice) pada tanggal 16 September 2022. Atas penyerahan BKP tersebut, PT Cantik wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 September 2022 yaitu pada saat diterima oleh Pembeli atau paling lambat tanggal 16 September 2022 yaitu pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual.
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tidak bergerak
Contoh 1:
Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 September 2022.
Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut dibuat atau ditandatangani tanggal 1 Desember 2022.
Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 Desember 2022. Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerima barang.
Contoh 2:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 September 2022. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 September 2022. Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerima barang.
Contoh 3:
Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 September 2022.
Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 Oktober 2022.
Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 September 2022.
- Penyerahan Jasa Kena Pajak.
Contoh 1:
PT Semangat menyewakan 1 (satu) unit ruko kepada PT Diatetupa dengan masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak, disepakati antara lain:
- PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 September 2022.
- Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
- Pembayaran sewa, yaitu tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 September dengan pembayaran sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per tahun.
Pada tanggal 29 September 2022, PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa untuk tahun pertama.
Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Semangat wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 29 September 2022 dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Contoh 2:
PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa konsultansi manajemen dan pelatihan kepada staf pemasaran PT Toryung selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pembayaran jasa konsultansi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultansi pada tanggal 1 September 2022.
Pada tanggal 10 Oktober 2022, Firma Cerah Konsultan menerbitkan faktur penjualan (invoice) untuk menagih pembayaran jasa konsultansi bulan September 2022 sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal 20 Oktober 2022.
Atas transaksi tersebut, Firma Cerah Konsultan wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 10 Oktober 2022 dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) (sesuai dengan nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Oktober 2022.
Contoh 3:
PT Setiyakom merupakan perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom melakukan penagihan kepada pelanggan sesuai dengan periode pemakaian selama 1 (satu) bulan. Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu beberapa hari, sehingga faktur penjualan (invoice) baru dapat diterbitkan beberapa hari setelahnya.
Misalnya untuk pemakaian oleh pelanggan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2022, PT Setiyakom menerbitkan faktur penjualan (invoice) untuk melakukan penagihan pada tanggal 5 Oktober 2022.
Untuk kasus ini, Faktur Pajak dibuat pada saat penyerahan jasa tersebut dinyatakan atau dicatat sebagai piutang atau penghasilan, yaitu pada akhir periode pemakaian (tanggal 30 September 2022) atau paling lambat pada saat diterbitkannya faktur penjualan (invoice) (tanggal 5 Oktober 2022). Saat pembuatan Faktur Pajak dimaksud diterapkan secara konsisten.
- Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (pembayaran termin).
Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborongan bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, saat pembuatan Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Umumnya, pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum jasa pemborongan itu selesai dan siap untuk diserahkan, telah diterima pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan.
Dalam hal ini, PPN terutang pada saat pembayaran tersebut diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang PPN.
Selanjutnya, setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut selesai dikerjakan maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada Penerima Jasa.
Dalam hal ini, PPN terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak itu dilakukan meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang PPN.
Contoh:
- Tanggal 1 September 2022, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka sebesar 20% (dua puluh persen).
- Tanggal 3 Oktober 2022, pekerjaan selesai 20% (dua puluh persen), diterima pembayaran tahap ke-1.
- Tanggal 1 November 2022, pekerjaan selesai 50% (lima puluh persen), diterima pembayaran tahap ke-2.
- Tanggal 21 November 2022, pekerjaan selesai 80% (delapan puluh persen), diterima pembayaran tahap ke-3.
- Tanggal 25 Januari 2023, pekerjaan selesai 100% (seratus persen), bangunan atau barang tidak bergerak diserahkan.
- Tanggal 1 Februari 2023, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari harga borongan.
- Tanggal 1 Agustus 2023, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan.
Pada angka 1 sampai dengan angka 4, PPN terutang pada tanggal diterimanya pembayaran (uang muka dan pembayaran termin), sedangkan pada angka 5 sampai dengan angka 7, PPN terutang pada tanggal 25 Januari 2023 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau barang tidak bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya.
Tanggal pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan karena tidak termasuk saat yang menentukan terutangnya PPN sesuai dengan dasar akrual yang dianut dalam UU PPN.
Cara penentuan saat pembuatan Faktur Pajak tersebut di atas juga berlaku untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang penerimaan pembayarannya terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP tersebut.
Saat terutang pemotongan PPh diatur dalam Pasal 15 PP No. 94 Tahun 2010 yang berbunyi sebagai berikut,
- Pemotongan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) UU PPh dilakukan pada akhir bulan:
- terjadinya pembayaran; atau
- terutangnya penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
- Pemungutan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) UU PPh, dilakukan pada saat:
- pembayaran; atau
- tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan.
- Pemotongan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) UU PPh, dilakukan pada akhir bulan:
- dibayarkannya penghasilan;
- disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
- jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
- Pemotongan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh, dilakukan pada akhir bulan:
- dibayarkannya penghasilan;
- disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
- jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Sebagai informasi tambahan, bahwa PP No. 55 Tahun 2022 hanya mencabut Pasal 2A PP 94 / 2010 (Pasal 72 PP No. 55 Tahun 2022), Dengan demikian, Pasal 15 PP 94 / 2010 masih berlaku.
Kata atau frasa atau kalimat ini bisa membingungkan,
- PPh Pasal 21: “terjadinya pembayaran” dengan “terutangnya penghasilan yang bersangkutan”.
- PPh Pasal 22: “pembayaran” dengan “tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan”.
- PPh Pasal 23 / 26: “dibayarkannya penghasilan” dengan “disediakan untuk dibayarkannya penghasilan” dan “jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan”.
Untuk dapat memahami “terutangnya penghasilan yang bersangkutan” pada PPh Pasal 21, bisa melihat salah satu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-011317.10/2020/PP/M.XIA Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa sesuai Pasal 15 ayat (1) PP No. 94 / 2010, Pengadilan Pajak berpendapat Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 wajib dilakukan pada akhir bulan terutangnya penghasilan atau akhir bulan pembebanan biaya akrual upah dan gaji dan akrual bonus.
Saat terutang PPh Pasal 22 bisa berbeda. Untuk pastinya harus lihat peraturan PPh Pasal 22.
Penjelasan Pasal 15 ayat (3) dan (4) PP 94 / 2010 dapat mengurangi kebingungan tersebut. Isi penjelasan tersebut, pada dasarnya sebagai berikut:
Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 / 26 UU PPh adalah pada
saat pembayaran,
saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan
jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa),
saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan”:
- untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.
Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23 / 26 UU PPh terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
- untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date).
Dengan perkataan lain pemotongan PPh atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 / 26 UU PPh baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak “menerima atau memperoleh” dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Yang dimaksud dengan “saat jatuh tempo pembayaran” adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.