Category Archives: Uncategorized

Kapan nikah?


Pertanyaan “kapan nikah?” yang ditujukan kepada orang yang belum nikah ini menyebalkan dan enggak penting banget. Pertanyaan berikutnya adalah “kapan punya anak?”. Pertanyaan ini bukan hanya menyebalkan tetapi terkesan jahat karena ada nada merendahkan. Meskipun pertanyaan tersebut merupakan bentuk kepedulian dan basa basi yang terkadang diperlukan untuk menciptakan suatu obrolan yang asik dan mecairkan kebekuan komunikasi.

Pertanyaan tentang kapan adalah pertanyaan tentang waktu yang juga banyak di bidang pajak. “Kapan” dalam bidang perpajakan dapat berupa “saat”, “waktu”, “paling lambat”, “dalam jangka waktu”.  Saat terutang pajak menjadi salah satu materi yang sering menjadi sengketa pajak yang berujung gugatan dan banding. Sengketa Kapan harus membayar pajak dan kapan melaporkan pajak relatif sedikit. Jika Wajib Pajak dan Fiskus sudah sepakat tentang kapan saat terutang pajak, waktu pembayaran dan waktu pelaporan nyaris tidak ada sengketa. Permasalahan awalnya ada di “kapan saat terutang pajak”.

Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), selain ada saat terutang pajak, ada juga saat pembuatan faktur. Nah makin rumit kan. Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 (PP 44 / 2022). Sebagai berikut:

  • Faktur Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat penyerahan atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat 10), serta Pasal 24.
  • Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
  • Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap tidak membuat Faktur Pajak

Kata “saat penyerahan” bisa mempunyai banyak penafsiran, lebih mudahnya kita lihat saja contoh saat pembuatan faktur pada Pasal 26 ayat (1) PP 44 / 2022.

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) bergerak

Contoh 1:

PT Aman menyerahkan BKP  secara langsung kepada Tuan Igna pada tanggal 15 September 2022.

Atas transaksi penyerahan BKP tersebut, PT Aman membuat Faktur Pajak pada tanggal 15 September 2022, yaitu pada saat diserahkan secara langsung kepada Pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama Pembeli.

Contoh 2:

PT Berkah yang berkedudukan di Jakarta menjual BKP kepada PT Ceria di Surabaya dengan syarat pengiriman (term of deliveryloco gudang penjual (free on board shipping point).

BKP dikeluarkan dari gudang PT Berkah dan dikirim ke gudang PT Ceria pada tanggal 12 September 2022 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi dengan tanggal delivery order (DO) 12 September 2022.

Barang diterima oleh PT Ceria pada tanggal 14 September 2022.

Atas transaksi penyerahan BKP tersebut, PT Berkah membuat Faktur Pajak pada tanggal 12 September 2022, yaitu pada saat diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan. Tanggal tersebut merupakan saat pembuatan Faktur Pajak karena transaksi menggunakan syarat pengiriman (term of delivery) loco gudang penjual (free on board shipping point).

Contoh 3:

PT Cantik di Jakarta menjual BKP kepada PT Sentosa di Semarang dengan syarat pengiriman (term of delivery) franco gudang Pembeli (free on board destination).

Barang dikeluarkan dari gudang PT Cantik dan dikirim ke gudang PT Sentosa pada tanggal 12 September 2022 dengan menggunakan perusahaan ekspedisi. Barang diterima oleh PT Sentosa pada tanggal 13 September 2022.

PT Cantik menerbitkan faktur penjualan (invoice) pada tanggal 16 September 2022. Atas penyerahan BKP tersebut, PT Cantik wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 September 2022 yaitu pada saat diterima oleh Pembeli atau paling lambat tanggal 16 September 2022 yaitu pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual.

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tidak bergerak

Contoh 1:

Perjanjian jual beli sebuah rumah ditandatangani tanggal 1 September 2022.

Perjanjian penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai rumah tersebut dibuat atau ditandatangani tanggal 1 Desember 2022.

Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 Desember 2022. Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerima barang.


Contoh 2:

Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 September 2022. Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 September 2022. Jika sebelum surat atau akta tersebut dibuat atau ditandatangani, barang tidak bergerak telah diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerimanya, maka Faktur Pajak harus dibuat pada saat barang tersebut secara nyata diserahkan atau berada dalam penguasaan Pembeli atau penerima barang.

Contoh 3:

Rumah siap pakai dijual dan diserahkan secara nyata tanggal 1 September 2022.

Perjanjian jual beli ditandatangani tanggal 1 Oktober 2022.

Faktur Pajak harus dibuat pada tanggal 1 September 2022.

  • Penyerahan Jasa Kena Pajak.

Contoh 1:
PT Semangat menyewakan 1 (satu) unit ruko kepada PT Diatetupa dengan masa kontrak selama 12 (dua belas) tahun. Dalam kontrak, disepakati antara lain:

  1. PT Diatetupa mulai menggunakan ruko tersebut pada tanggal 1 September 2022.
  2. Nilai kontrak sewa selama 12 (dua belas) tahun sebesar Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
  3. Pembayaran sewa, yaitu tahunan dan disepakati dibayar setiap tanggal 29 September dengan pembayaran sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per tahun.

Pada tanggal 29 September 2022, PT Diatetupa melakukan pembayaran sewa untuk tahun pertama.

Atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut, PT Semangat wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 29 September 2022 dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Contoh 2:

PT Toryung mengontrak Firma Cerah Konsultan untuk memberikan jasa konsultansi manajemen dan pelatihan kepada staf pemasaran PT Toryung selama 6 (enam) bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pembayaran jasa konsultansi akan dilakukan setiap bulan. Firma Cerah Konsultan mulai memberikan jasa konsultansi pada tanggal 1 September 2022.

Pada tanggal 10 Oktober 2022, Firma Cerah Konsultan menerbitkan faktur penjualan (invoice) untuk menagih pembayaran jasa konsultansi bulan September 2022 sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

PT Toryung melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal 20 Oktober 2022.

Atas transaksi tersebut, Firma Cerah Konsultan wajib membuat Faktur Pajak pada tanggal 10 Oktober 2022 dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) (sesuai dengan nilai tagihan) meskipun pembayaran baru diterima tanggal 20 Oktober 2022.


Contoh 3:

PT Setiyakom merupakan perusahaan jasa telekomunikasi. PT Setiyakom melakukan penagihan kepada pelanggan sesuai dengan periode pemakaian selama 1 (satu) bulan. Pengumpulan data-data pemakaian dari pelanggan memerlukan waktu beberapa hari, sehingga faktur penjualan (invoice) baru dapat diterbitkan beberapa hari setelahnya.

Misalnya untuk pemakaian oleh pelanggan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2022, PT Setiyakom menerbitkan faktur penjualan (invoice) untuk melakukan penagihan pada tanggal 5 Oktober 2022.

Untuk kasus ini, Faktur Pajak dibuat pada saat penyerahan jasa tersebut dinyatakan atau dicatat sebagai piutang atau penghasilan, yaitu pada akhir periode pemakaian (tanggal 30 September 2022) atau paling lambat pada saat diterbitkannya faktur penjualan (invoice) (tanggal 5 Oktober 2022). Saat pembuatan Faktur Pajak dimaksud diterapkan secara konsisten.

  • Penyerahan sebagian tahap pekerjaan (pembayaran termin).


Atas penyerahan sebagian tahap pekerjaan, misalnya penyerahan jasa pemborongan bangunan atau barang tidak bergerak lainnya, saat pembuatan Faktur Pajaknya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Umumnya, pekerjaan jasa pemborongan bangunan dan barang tidak bergerak lainnya diselesaikan dalam suatu masa tertentu. Sebelum jasa pemborongan itu selesai dan siap untuk diserahkan, telah diterima pembayaran di muka sebelum pekerjaan pemborongan dimulai atau pembayaran atas sebagian penyelesaian pekerjaan jasa sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan.

Dalam hal ini, PPN terutang pada saat pembayaran tersebut diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang PPN.

Selanjutnya, setelah bangunan atau barang tidak bergerak tersebut selesai dikerjakan maka jasa pemborongan seluruhnya diserahkan kepada Penerima Jasa.

Dalam hal ini, PPN terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak itu dilakukan meskipun pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh pemborong atau kontraktor, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang PPN.

Contoh:

  1. Tanggal 1 September 2022, perjanjian pemborongan ditandatangani dan diterima uang muka sebesar 20% (dua puluh persen).
  2. Tanggal 3 Oktober 2022, pekerjaan selesai 20% (dua puluh persen), diterima pembayaran tahap ke-1.
  3. Tanggal 1 November 2022, pekerjaan selesai 50% (lima puluh persen), diterima pembayaran tahap ke-2.
  4. Tanggal 21 November 2022, pekerjaan selesai 80% (delapan puluh persen), diterima pembayaran tahap ke-3.
  5. Tanggal 25 Januari 2023, pekerjaan selesai 100% (seratus persen), bangunan atau barang tidak bergerak diserahkan.
  6. Tanggal 1 Februari 2023, diterima pembayaran tahap akhir (ke-4) sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari harga borongan.
  7. Tanggal 1 Agustus 2023, diterima pembayaran pelunasan seluruh jasa pemborongan.


Pada angka 1 sampai dengan angka 4, PPN terutang pada tanggal diterimanya pembayaran (uang muka dan pembayaran termin), sedangkan pada angka 5 sampai dengan angka 7, PPN terutang pada tanggal 25 Januari 2023 atau saat jasa pemborongan (bangunan atau barang tidak bergerak) selesai dilakukan dan diserahkan kepada pemiliknya.

Tanggal pembayaran yang tersebut pada angka 6 dan angka 7 tidak perlu diperhatikan karena tidak termasuk saat yang menentukan terutangnya PPN sesuai dengan dasar akrual yang dianut dalam UU PPN.

Cara penentuan saat pembuatan Faktur Pajak tersebut di atas juga berlaku untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang penerimaan pembayarannya terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP tersebut.

Saat terutang pemotongan PPh diatur dalam Pasal 15 PP No. 94 Tahun 2010 yang berbunyi sebagai berikut,

  1. Pemotongan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) UU PPh dilakukan pada akhir bulan:
  2. terjadinya pembayaran; atau
  3. terutangnya penghasilan yang bersangkutan,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

  • Pemungutan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) UU PPh, dilakukan pada saat:
  • pembayaran; atau
  • tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan.
  • Pemotongan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) UU PPh, dilakukan pada akhir bulan:
  • dibayarkannya penghasilan;
  • disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
  • jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

  • Pemotongan PPh oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh, dilakukan pada akhir bulan:
  • dibayarkannya penghasilan;
  • disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
  • jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

Sebagai informasi tambahan, bahwa  PP No. 55 Tahun 2022  hanya mencabut Pasal 2A PP 94 / 2010 (Pasal 72 PP No. 55 Tahun 2022), Dengan demikian, Pasal 15 PP 94 / 2010 masih berlaku.

Kata atau frasa atau kalimat ini bisa membingungkan,

  1. PPh Pasal 21: “terjadinya pembayaran” dengan “terutangnya penghasilan yang bersangkutan”.
  2. PPh Pasal 22: “pembayaran” dengan “tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan”.
  3. PPh Pasal 23 / 26: “dibayarkannya penghasilan” dengan “disediakan untuk dibayarkannya penghasilan” dan “jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan”.

Untuk dapat memahami “terutangnya penghasilan yang bersangkutan” pada PPh Pasal 21, bisa melihat salah satu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-011317.10/2020/PP/M.XIA Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa sesuai Pasal 15 ayat (1) PP No. 94 / 2010, Pengadilan Pajak berpendapat Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 wajib dilakukan pada akhir bulan terutangnya penghasilan atau akhir bulan pembebanan biaya akrual upah dan gaji dan akrual bonus.

Saat terutang PPh Pasal 22 bisa berbeda. Untuk pastinya harus lihat peraturan PPh Pasal 22.

Penjelasan Pasal 15 ayat (3) dan (4) PP 94 / 2010 dapat mengurangi kebingungan tersebut. Isi penjelasan tersebut, pada dasarnya sebagai berikut:

Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 / 26 UU PPh adalah pada

saat pembayaran,

saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan

jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa),

saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).

Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan”:

  1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.

Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23 / 26 UU PPh terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.

  • untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date).
    Dengan perkataan lain pemotongan PPh atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 / 26 UU PPh baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak “menerima atau memperoleh” dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

Yang dimaksud dengan “saat jatuh tempo pembayaran” adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.


Give Me an Example


Dari 1 jam  lebih wawancara seorang koreponden teknologi BBC, James Clayton dengan orang ke-2 terkaya di dunia, Elon Musk di kantor pusat Twitter, San Fransisco pada Rabu, 12 April 2023 terdapat momen yang viral karena ketidakmauan atau mungkin juga ketidakmampuan Clayton menjawab pertanyaan sederhana Elon Musk, give me an example. Pertanyaan ini terkait pernyataan Clayton tentang meningkatnya hateful content di Twitter. Clayton terlihat gelagapan mencari jawaban yang dapat memuaskan Elon. Elon ingin contoh konkret, Clayton malah menjawab hal lain.

Pertanyaan ini sebenarnya sangat wajar karena sejak Elon mengambil alih Twitter, konon hate speech meningkat. Meksipun, Elon mengklaim bahwa hate speech impression sudah turun secara dramatis sejak ia mengambil alih Twitter, tetapi BBC telah menganalisis bahwa sekitar 1.100 akun yang diban (dilarang) dikembalikan lagi setelah Elon mengambil alih Twitter.

Pertanyaan sederhana Elon juga wajar karena definisi hate speech tidak diatur di Amerika Serikat, mengingat hak asasi kebebasan berbicara dilindungi oleh konstitusi Amerika Serikat. Hal ini berbeda dengan beberapa negara, antara lain Jerman yang mengharuskan platform media sosial untuk menghapus hate speech dalam periode tertentu setelah menerima pengaduan dan denda sampai dengan 50 juta euro akan dikenakan jika platform media sosial gagal memenuhinya. Saat ini Jerman sedang melakukan penyelidikan untuk mengenakan denda kepada Twitter karena menurut Kantor Kehakiman Jerman, Twitter memiliki banyak indikasi kegagalan dalam penanganan pengaduan Twitter di Jerman.

UN Strategy and Plan of Action on Hate Speech  telah mendefinisikan hate speech sebagai any kind of communication in speech, writing or behaviour, that attacks or uses pejorative or discriminatory language with reference to a person or a group on the basis of who they are, in other words, based on their religion, ethnicity, nationality, race, colour, descent, gender or other identity factor. Saat ini hate speech berkembang sangat liar karena adanya media sosial dan kemudahan untuk mengshare suatu informasi.

Kembali ke judul, Sebuah kalimat yang berulang ditanyakan Elon, example dalam berbagai kalimat. “I am asking for specific examples, and if you just said that if something is slightly sexist, that’s hatefull content does that mean that should be banned?”. Entah mengapa Clayton tidak mau menunjukkan contoh. Clayton menjawab berputar-putar, sehingga Elon memotongnya, “that’s why I am asking for example?.

Lagi-lagi, Clayton tidak memberi contoh. “Can you name one example?”, pertanyaan Elon terus bergerak dan menyudutkan, can’t name a single example?, menyudutkan lagi, you said, you’ve seen more hateful content but you can’t name a single example not even one!”, “OK, so then you must have at some point seen that you thought hateful content I’m asking for one example”.

Ketika Clayton masih terbata-bata menerangkan, Elon keukeuh dengan pertanyaan, can’t give a simple one (example)?”. Gelagapannya Clayton menjawab pertanyaan Elon, diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang kejam. “I say Sir, you don’t know what you’re talking about. Because you can’t give a single example of hateful content not even one tweet and yet you claimed that the hateful content was high”. Pernyataan ini berulang lagi, “I am literally asking for a single example and you can’t name one”. “You literally said you experienced more hateful content and then couldn’t name a single example. That’s absurd”.

Kata “example”, “contoh”, “misal”, mengingatkan saya ketika memahami suatu teori atau bahasa hukum, khususnya peraturan perpajakan. Saya termasuk orang yang sulit menggigit, mengunyah, dan mencerna kumpulan kata-kata atau rangkaian kalimat yang teoritis sejak sekolah sampai bekerja. Saya lebih mudah memahami contoh soal terlebih dahulu baru kemudian membaca teorinya.

Suatu peraturan sering menghasilkan penafsiran yang berbeda-beda. Adanya contoh pada suatu peraturan akan meminimalkan terjadinya multitafsir. Semakin banyak contoh semakin mudah memahami suatu peraturan Pemahaman teori menjadi komprehensif jika sudah mampu memahami teori dan contoh-contoh yang beraneka ragam. Konstruksi teori atau peraturan lebih mudah difahami dari depan dan belakang, kanan dan kiri, atas dan bawah, dalam dan luar jika terdapat banyak contoh.

Jika Anda melulu bicara teori tanpa contoh akan terdengar absurd, bahkan mengutip ucapan Elon, you don’t know what you’re talking about. Untunglah pada beberapa peraturan pajak terdapat banyak contoh-contoh baik dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah sampai ke peraturan dibawahnya. Meskipun pengertian “banyak” ini sangat relatif.

Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) masih menyajikan contoh-contoh. Selain contoh, terkadang menggunakan kata “antara lain”. Berikut ini pasal-pasal yang ada contohnya,

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)Pasal 8 ayat (6)Pasal 25 ayat (1)Pasal 25 ayat (9)Pasal 27 ayat (5d)Pasal 27 ayat (5f)Pasal 32A ayat (2)Pasal 44B ayat (2)  
Pajak Penghasilan (PPh)Pasal 4 ayat (1)Pasal 6 ayat (1) huruf aPasal 6 ayat (1) huruf kPasal 6 ayat (2)Pasal 7 ayat (1)Pasal 11 ayat (1) dan (2)Pasal 11 ayat (3).Pasal 11 ayat (4).Pasal 11 ayat (5).Pasal 11 ayat (7).Pasal 17 ayat (1) huruf a.Pasal 17 ayat (1) huruf b.Pasal 17 ayat (3)Pasal 17 ayat (6)Pasal 18 ayat (2)Pasal 18 ayat (3c)  
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)Pasal 5 ayat (7)Pasal 8A ayat (1)Pasal 9 ayat (4)Pasal 9 ayat (5)Pasal 9 ayat (6)Pasal 16B ayat (2)Pasal 16B ayat (3)  

Tulisan ini tidak cukup untuk membahas contoh-contoh diatas. Tetapi untuk gambaran saja, kita bisa melihat Pasal 19 ayat (1) KUP pada UU Cipta Kerja (Ciptaker). Pasal ini disebut sebagai pasal bunga penagihan yang akan dikenakan atas keterlambatan pembayaran ketetapan pajak. Isi lengkap Pasal 19 ayat (1) KUP pada UU Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai berikut, Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan”.

Kemudian, kita  baca Pasal 25 ayat (9) yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan”.

Awalnya, denda putusan keberatan adalah sebesar 50% yang diatur dalam Pasal 25 ayat (9) UU KUP Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan”.

Jika kita semata-mata hanya membaca batang tubuh Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (9) UU KUP, kita akan menafsirkan bahwa Wajib Pajak yang mengajukan keberatan dan belum membayar pajak atas SKPKB akan terkena sanksi adminstrasi 2 kali yaitu bunga penagihan sesuai Pasal 19 ayat (1) KUP dan denda penagihan sesuai Pasal 25 ayat (9) KUP. Penafsiran tersebut tidak akan terjadi jika kita melihat contoh pengenaan denda penagihan yang disebutkan dalam penjelasan Pasal Pasal 25 ayat (9) KUP yang berbunyi sebagai berikut,

Untuk Tahun Pajak 2023, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) diterbitkan terhadap PT A.

Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,0O (dua ratus juta rupiah). Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp2OO.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya.

Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.0O0,OO (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi administratif sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 30% x (Rp750.000.000,00 – Rp20O.000.000,00) = Rp165.000.000,00.

Demikian, contoh lebih mudah difahami dibanding kata-kata bahkan kalimat panjang.


Alat Bukti di Pengadilan Pajak


“Hey, can you make me a prince”, kata Aladdin ke jin. Apakah kalimat tersebut dapat menjadi multitafsir atau grey area. Prince itu anak sultan, anak orang kaya. Jika sampai disini jelas, tidak ada grey area. Tapi, jika kita lihat ke level berikutnya, akan menjadi grey area, misalnya sultan yang mana, di daerah mana?.

Oleh sebab itu, jin mengatakan kepada Aladdin, “there is a lot of grey area in “make me a prince””. Tegasnya lagi, “be specific with your words, the deal in detail”. Semakin spesifik dan detail suatu kata atau kalimat maka grey area menjadi semakin minimal, bahkan mungkin tidak ada grey area.

Berikutnya, rasanya tidak ada grey area di permohonan Jafar. “For my final wish, I wish to become the most powerfull being in the universe”. kalimat “The most powerfull being in the universe” sangat jelas, sejauh pemahaman kita, kita hidup diplanet bumi yang berada di solar system dalam galaxy milky way. Universe merupakan gabungan dari banyak galaxy. Jadi tidak ada ruang grey area untuk “universe” dan kata “most powerfull”. Tapi itu menurut jin, “a lot of grey area in that wish”. Menurut Aladdin, ” a genny might have a phenomenal cosmic power” dan menurut jin, “an itty bitty little space”.

Dengan contoh diatas, kita dapat memahami bahwa akan ada banyak grey area dalam banyak hal di dunia ini, termasuk alat bukti di Pengadilan Pajak. Dari kata alat bukti saja, kita dapat menyandingkan dengan kata “barang bukti”, “sengketa pembuktian”. Apakah kata tersebut sama atau tidak, bisa menjadi perdebatan panjang.

Berikut ini, tulisan (sebenarnya lebih cocok disebut rangkuman dari beberapa sumber) tentang alat bukti,

Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Pembuktian bebas sendiri artinya hakim bebas melakukan penilaian sesuai kesadaran hukum yang dimilikinya untuk mencari kebenaran (Panggabean, 2014). Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.

Alat bukti dapat berupa:

  1. surat atau tulisan

Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :

  1. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;

yang dimaksud pejabat umum, diantaranya

  • notaris;
  • hakim;
  • juru sita;
  • pegawai pencatatan sipil.

Contoh akta autentik:

  • akta pendirian perusahaan;
  • notula RUPS yang dilakukan didepan notaris dan ditandatangani notaris;
  • akta kelahiran;
  • berita acara sita
  • akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;

contoh akta dibawah tangan:

  • surat perjanjian yang tidak dibuat atau ditandatangi notaris;
  • kontrak-kontrak bisnis yang tidak dibuat atau dihapapan notaris.
  • surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang;

contoh surat keputusan:

  • surat ketetapan pajak;
  • surat keputusan dari instansi pemerintah.
  • surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.

Contoh surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan:

  • laporan keuangan;
  • invoice;
  • ledger;
  • dokumen akuntansi;
  • dokumen transaksi
  • surat elektronik

Surat atau tulisan memiliki kekuatan sebagai alat bukti bebas, artinya Hakim tidak harus menerima atau mempercayainya sehingga perlu diperkuat dengan bukti tambahan yang bersinggungan.

Jika surat atau tulisan berbentuk foto kopi maka sesuai KUH Perdata kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya. Bila akta yang asli ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan. Hal ini juga disebutkan dalam yurispendensi putusan MA bahwa surat bukti foto kopi yang tidak pernah diajukan atau tidak  pernah ada surat aslinya harus dikesampingkan sebagai sebuah bukti. Foto kopi surat tanpa disertai dokumen aslinya ataupun dikuatkan oleh keterangan saksi dan alat bukti lainnya tidak. dapat diajukan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan pengadilan dalam hukum perdata.

Kaidah saksi sesuai KUH Pidana, Keterangan seorang saksi saja tidak cukup  untuk  membuktikan  bahwa  terangka/terdakwa  bersalah  melakukan  tindak  pidana yang  disangkakan/didakwakan  kepadanya,  yang  disebut  juga  dengan  “unus  testis  nullus testis‟. Teapi keterangan seorang saksi disertai dengan satu bukti/alat bukti sah yang lain, maka bukan lagi unus testis nullus testis.

Sebagai perbandingan, dalam pemeriksaan pajak, Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya

  • keterangan ahli;

Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli.

Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya.

  • keterangan para saksi;

Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.

Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi dengan kriteria:

  1. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa;
  2. Istri atau suami dari pemohon Banding atau penggugat meskipun sudah bercerai;
  3. Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau
  4. Orang sakit ingatan.

Meskipun demikian, Apabila dipandang perlu, Hakim Ketua dapat meminta pihak tersebut untuk didengar keterangannya.

  • pengakuan para pihak; dan/atau

Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal.

  • pengetahuan Hakim

Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

Daftar pustaka:

  1. UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 69 s.d. 76;
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1888;
  3. Putusan Mahkamah Agung nomor 3609K/PDT/1985;
  4. https://klc.kemenkeu.go.id/alat-bukti-dalam-hukum-acara-pengadilan-pajak-bagian-1-surat-tulisan/;
  5. Pasal 185 ayat (2) KUHAP;
  6. Modul Hukum Pembuktian – Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa 2019
  7. Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013

Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri di UU CK.


Dalam UU Cipta Kerja, Pengertian Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Luar Negeri (SPLN) diubah. Pentingnya kita memahami SPDN dan SPLN karena globalisasi sudah bukan lagi isu yang dibahas di seminar tetapi menjadi kenyataan yang ada di depan mata kita. Ada pelaut Indonesia yang lebih banyak di luar negeri dibanding di Indonesia, ada milenial yang lebih senang bekerja di luar negeri, ada TKI yang bekerja di luar negeri dan pulang ke Indonesia hanya ketika ada keperluan mendesak. Kita juga menyaksikan pekerja warga negara asing yang tinggal di Bali dan mendapatkan penghasilan dengan modal laptop dan jaringan internet. siapa yang berhak memajaki mereka?. disinilah kita perlu memahami SPDN dan SPLN. Memahami perbedaan SPDN dan SPLN menjadi rumit karena secara regulasi, disamping harus memahami UU Pajak, kita juga harus memahami tax traty. Mobilitas yang tinggi dari satu negara ke negada lain juga membuat negara mana yang memiliki hak pemajakan menjadi complicated.

Menjadi SPDN terasa tidak enak karena dikenakan pajak atas penghasilan diseluruh dunia (world wide income) dan repot karena harus lapor SPT Tahunan. Enaknya, tarif PPh SPDN (umumnya lebih rendah dari SPLN). SPLN dikenakan tarif PPh Pasal 26 (atau tarif tax treaty). Besarnya PPh Pasal 26 sebesar 20%

KIta lihat penjelasan Pasal 2 ayat (2):

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:

  1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
  2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
  3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Pasal 2 ayat (2) UU PPh tidak diubah.

Berikut ini perubahannya:

Pasal 2 (3) UU PPh: Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

Penjelasan:

Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.

Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.

UU CK: Subjek pajak dalam negeri adalah:

a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing, yang:

1. bertempat tinggal di Indonesia;

2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau

3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

Subjek Pajak Luar Negeri sesuai

Pasal 2 (4) UU PPh: Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Penjelasan:

Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan maka orang tersebut adalah subjek pajak luar negeri.

Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenai pajak melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi atau badan tersebut, statusnya tetap sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut.

UU CK: Subjek pajak luar negeri adalah:

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;

b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:

1. tempat tinggal;

2. pusat kegiatan utama;

3. tempat menjalankan kebiasaan;

4. status subjek pajak; dan/atau

5. persyaratan tertentu lainnya yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan; dan

d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

catatan: Untuk lebih jelasnya, kita tunggu Peraturan Menteri Keuangan, semoga ada contoh-contohnya. Persyaratan tempat tinggal, pusat kegiatan utama, tempat menjalankan kebiasaan, status subjek pajak bisa menjadi sengketa, misalnya bagaimana jika tempat tinggalnya ada di beberapa negara.

Pada tahun 2019, Ditjen Pajak menerbitkan PER-2/PJ/2009 untuk memberikan kepastian hukum atas perlakuan Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Kita baca saja,

  1. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
  2. Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.
  3. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia.
  4. Dalam hal Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.

Setelah membaca UU PPh Pasal 2, kita juga perlu memahami tax treaty (P3B) tentang resident, kita lihat contoh tax traty artcel 4 tentang fiscal domicile dengan Sigapura,

  1. For the purposes of this Agreement, the term “a resident of a Contracting State” means any person who is resident in a Contracting State” for tax purposes of that Contracting State. This term shall not include a permanent establishment of a foreign enterprise which is treated as a resident for tax purposes.
  2. Where by reason of the provisions of paragraph 1 an individual is a resident of both Contracting States, then his status shall be determined in accordance with the following rules:  (a) he shall be deemed to be a resident of the Contracting State in which he has a permanent home available to him. If he has a permanent home available to him in both Contracting States, he shall be deemed to be a resident of the Contracting State with which his personal and economic relations are closest (centre of vital interests);  (b) if the Contracting State in which he has his centre of vital interests cannot be determined, or if he has not a permanent home available to him in either Contracting State, he shall be deemed to be a resident of the Contracting State in which he has an habitual abode;  (c)if he has an habitual abode in both Contracting States or in neither of them, the competent authorities of the Contracting States shall settle this question by mutual agreement.
  3. Where by reason of the provisions of paragraph 1 a person other than an individual is a resident of both Contracting States, the competent authorities of the Contracting States shall settle the question by mutual agreement.

kita bandingkan dengan P3B dengan Australia article 4 tentang residence,

  1. For the purposes of this Agreement, a person is a resident of one of the Contracting States if the person is a resident of that Contracting State under the law of that State relating to its tax.
  2. A person is not a resident of one of the Contracting states for the purposes of this Agreement if the person is liable to tax in that State in respect only of income from sources in that State.
  3. Where by reason of the preceding provisions of this Article a person, being an individual, is a resident of both Contracting States, then the status of the person shall be determined in accordance with the following rules: (a)the person shall be deemed to be a resident solely of the Contracting State in which a permanent home available to the person;(b)if a permanent home is available to the person in both Contracting States, or in neither of them, the person shall be deemed to be a resident solely of the Contracting State in which the person has an habitual abode;(c)if the person has an habitual abode in both Contracting States or in neither of them, the person shall be deemed to be a resident solely of the Contracting State with which the person’s economic and personal relations are closer.
  4. Where by reason of the provisions of paragraph 1 a person other than an individual is a resident of both Contracting States, then it shall be deemed to be a resident solely of the Contracting State in which its place of effective management is situated.

Setelah adanya UU CK, apakah pastinya PER-2/PJ/2009, apakah tetap berlaku?. untuk pastinya kita tunggu

penentuan bentuk usaha tetap juga menimbulkan sengketa, misalnya kegiatannya, legalitas kegitannya.

Putusan Pengadilan Pajak nomor Put.74041/PP/M.VIA/27/2016 tertanggal 6 September 2016, dan Putusan Mahkamah Agung nomor 1518/B/PK/PJK/2017 menjadi salah satu contoh bahwa ada beda penafsiran kegiatan.

Meskipun tidak ada perubahan tentang Bentuk Usaha Tetap (BUT), kita lihat penjelasan Pasal 2 ayat (5), Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Membahas SPDN dan SPLN kemudian membahas BUT. meskipun ada kaitanya, terasa melebar dari judul.


Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan Dalam UU Cipta Kerja


Dalam UU Cipta Kerja terdapat perubahan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Peraturan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam UU PPN Pasal 9 ayat (8).

Pajak Masukan berikut yang awalnya tidak dapat dikreditkan menjadi dapat dikreditkan, Pajak Masukan tersebut adalah:

  • perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  • pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
  • perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak
  • perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak PertambahanNilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
  • perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).

Mari kita lihat perbandingannya:

Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:

a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (UU CK: dihapus)

b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (UU CK: dihapus)

e. dihapus

f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

g. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);

h. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) (UU CK: dihapus);

i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak PertambahanNilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan (UU CK: dihapus);

j. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) (UU CK: dihapus).

Tambahan UU PPN pada UU CK

(9a): Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

(9b): Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan MasaPajak Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

(9c): Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Karena pada Pasal 9 ayat (8) juga disebut-sebut Pasal 13, mari kita lihat isi Pasal 13 ayat (5) dan (6) UU PPN setelah adanya UU CK.

Pasal 13 ayat (5) UU PPN:

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a.nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b.nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c.jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d.Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e.Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g.nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Pasal 13 (5) huruf b diubah menjadi:

identitas pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang meliputi: 1.nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau

2.nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan;

juga terdapat tambahan ayat 5 (a) dengant kalimat berikut,

Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 13 (6): Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.


PROSEDUR PENYELESAIAN KEBERATAN


Tulisan ini merupakan salinan dari SE-11/PJ/2014 yang saya edit supaya ga pusing bacanya..

1. Pengiriman Surat Permintaan Data, Informasi, dan/atau Dokumen ke KPP

1.1. Tim Peneliti Keberatan membuat surat permintaan data, informasi, dan/atau dokumen ke KPP dan mengirimkannya paling lama:
5 (lima) hari kerja setelah berkas keberatan diterima lengkap; atau
3 (tiga) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan bukti sebagai wakil Wajib Pajak.
Tim Peneliti Keberatan membuat pemberitahuan penerimaan data, informasi, dan/atau dokumen
secara tertulis kepada Kepala KPP yang mengirimkan data, informasi, dan/atau dokumen paling lama
5 (lima) hari kerja setelah data, informasi, dan/atau dokumen diterima.
2. Analisis Sengketa terhadap Berkas Keberatan
Tim Peneliti Keberatan melakukan analisis sengketa terhadap berkas keberatan.
Hasil analisis sengketa Tim Peneliti Keberatan dituangkan dalam bentuk matrik .
Matrik sengketa keberatan dibuat oleh Tim Peneliti Keberatan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah data, informasi, dan/atau dokumen dari KPP diterima
3. Peminjaman Buku, Catatan, Data, Informasi, Permintaan Keterangan atau Bukti kepada Wajib Pajak, Peninjauan Tempat Wajib Pajak Termasuk Tempat Lain yang Diperlukan, Pembahasan dan Klarifikasi dengan Wajib Pajak
Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:
1. Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada
Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat  permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi.
Tim Peneliti Keberatan meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk
hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan
melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi

Wajib Pajak harus memenuhi permintaan peminjaman paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dikirim.

Apabila sampai dengan jangka waktu berakhir dan setelah dilakukan pengecekan kelengkapan atas berkas yang diserahkan  Wajib Pajak tersebut diketahui bahwa Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data, dan informasi, maka Tim Peneliti Keberatan membuat surat
permintaan peminjaman yang kedua paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

Wajib Pajak harus memenuhi permintaan peminjamanpaling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman yang kedua dikirim.

Dalam hal masih diperlukan, maka Tim Peneliti Keberatan dapat membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi tambahan dengan.
Wajib Pajak harus memenuhi permintaan peminjaman dalam jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan informasi tambahan.
Surat permintaan peminjaman disampaikan kepada Wajib Pajak secara langsung dengan bukti
penerimaan dari Wajib Pajak, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Dalam hal sampai dengan batas akhir pemenuhan permintaan peminjaman, Wajib Pajak
tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya permintaan peminjaman, Tim Peneliti Keberatan:
membuat berita acara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam surat permintaan peminjaman dan tetap memproses sesuai data yang ada dan/atau diterima.
Apabila Wajib Pajak tidak menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak saat
keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak, Tim Peneliti Keberatan tetap
memproses sesuai data yang ada atau diterima dan membuat berita acara dengan menggunakan.
2. Meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan
melalui penyampaian surat permintaan keterangan.
Tim Peneliti Keberatan dapat meminta keterangan secara tertulis terkait dengan materi
yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan.
Wajib Pajak harus memenuhi permintaan keterangan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal surat permintaan keterangan dikirim.
Apabila sampai dengan jangka waktu berakhir, Wajib Pajak tidak memberikan keterangan, maka Tim Peneliti Keberatan membuat surat permintaan keterangan yang kedua paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah jangka waktu berakhir.
Wajib Pajak harus memenuhi permintaan keterangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat permintaan keterangan dikirim.
Dalam hal masih diperlukan, maka Tim Peneliti Keberatan dapat membuat surat
permintaan keterangan tambahan.
Wajib Pajak harus memenuhi permintaan keterangan dalam jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan keterangan tambahan.
Surat permintaan keterangan dikirim kepada Wajib Pajak secara langsung dengan bukti penerimaan
dari Wajib Pajak, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa
ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Dalam hal sampai dengan batas akhir pemenuhan permintaan keterangan, Wajib Pajak
tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya permintaan keterangan,
Tim Peneliti Keberatan:
membuat berita acara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam surat permintaan keterangan dan tetap memproses sesuai keterangan yang ada dan/atau diterima.
Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk
melengkapi dan/atau memperjelas Surat Keberatan sebelum Surat Pemberitahuan Untuk
Hadir disampaikan, Tim Peneliti Keberatan dapat mempertimbangkan alasan tambahan
atau penjelasan tertulis Wajib Pajak tersebut dalam memproses penyelesaian keberatan.
3. Meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan.
Apabila diperlukan, kepala unit pelaksana penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal
Pajak dapat menugaskan Tim Peneliti Keberatan untuk meninjau tempat Wajib Pajak
termasuk tempat lain yang diperlukan dengan menerbitkan Surat Tugas Peninjauan
Lapangan dalam rangka Penelitian Keberatan.
Sebelum melaksanakan peninjauan lapangan, Tim Peneliti Keberatan mengirimkan Surat
Pemberitahuan Peninjauan Lapangan dalam rangka Penelitian Keberatan.
Tim Peneliti Keberatan menuangkan hasil peninjauan lapangan dalam Laporan Hasil
Peninjauan Lapangan dalam rangka Penelitian Keberatan dengan menggunakan formulir.
4. Melakukan pembahasan dan klarifikasi mengenai hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak.
Kepala unit pelaksana penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembahasan dan klarifikasi mengenai hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
Tim Peneliti Keberatan membuat surat panggilan untuk melakukan pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
Surat Panggilan  disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
Surat panggilan  disampaikan kepada Wajib Pajak secara langsung dengan bukti penerimaan dari Wajib Pajak, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Tim Peneliti Keberatan menuangkan hasil pembahasan dan klarifikasi dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan
4. Permintaan Keterangan atau Bukti terkait dengan Materi yang Disengketakan Kepada Pihak Ketiga yang Mempunyai Hubungan dengan Wajib Pajak
Apabila diperlukan keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak, kepala unit pelaksana penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, melalui penyampaian surat permintaan keterangan atau bukti.
Tim Peneliti Keberatan membuat surat permintaan keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak
Surat permintaan keterangan atau bukti s disampaikan kepada pihak ketiga secara langsung dengan bukti penerimaan pihak ketiga yang berwenang, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Dalam hal pihak ketiga terikat oleh kewajiban merahasiakan, termasuk kerahasiaan bank, Tim Peneliti Keberatan meminta peniadaan kerahasiaan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam hal permintaan keterangan atau bukti kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak belum dijawab, keberatan tetap diproses sesuai data yang ada.
5. Pembahasan dan Klarifikasi Sengketa Pajak dengan Pemeriksa, Tim Quality Assurance Pemeriksaan, Account Representative, atau Pihak Lain yang Terkait di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Kepala unit pelaksana penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembahasan dan klarifikasi mengenai hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Pemeriksa, Tim Quality Assurance Pemeriksaan, Account Representative, atau pihak lain yang terkait di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
Tim Peneliti Keberatan membuat surat panggilan untuk melakukan pembahasan dan klarifikasi mengenai sengketa perpajakan.
Surat panggilan s disampaikan kepada Pemeriksa, Tim Quality Assurance Pemeriksaan, Account Representative, atau pihak lain yang terkait di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak secara langsung dengan bukti penerimaan dari KPP/unit kerja terkait, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Tim Peneliti Keberatan menuangkan hasil pembahasan dan klarifikasi dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan.
6. Permintaan untuk Melakukan Pemeriksaan untuk Tujuan Lain dalam rangka Penyelesaian Keberatan
Kepala unit pelaksana penelitian keberatan dapat menugaskan/meminta unit terkait untuk melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penyelesaian keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan dengan surat permintaan melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam proses keberatan.
Permintaan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penyelesaian keberatan dilakukan dengan memperhatikan jangka waktu dan tahapan pemeriksaan tujuan lain serta jangka waktu dan tahapan penyelesaian keberatan.
7. Pembahasan Keberatan
Sebelum Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH) diterbitkan, Tim Peneliti Keberatan melakukan penelitian pemenuhan kriteria untuk dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian atas pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Apabila hasil penelitian pemenuhan kriteria memenuhi kriteria untuk dilakukan pembahasan, Tim Peneliti Keberatan mengusulkan kepada kepala unit pelaksana penelitian keberatan untuk dibentuk Tim Pembahas Keberatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Tim Pembahas Keberatan bersama dengan Tim Peneliti Keberatan melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian keberatan.
Tim Pembahas Keberatan menyusun Notula Rapat Pembahasan dan menyampaikan kepada kepala unit pelaksana penelitian keberatan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan keberatan Wajib Pajak
8. Penelitian Keberatan Wajib Pajak yang juga Mengajukan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure)
Tim Peneliti Keberatan melakukan penelitian apakah terdapat pemberitahuan dari Direktorat Peraturan Perpajakan II bahwa Wajib Pajak yang mengajukan keberatan juga sedang dalam proses pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP).
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan mengajukan MAP secara bersamaan namun Persetujuan Bersama belum diperoleh pada saat Surat Keputusan Keberatan diterbitkan, maka temuan pemeriksaan dalam surat ketetapan pajak yang diajukan keberatan dan diajukan MAP tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan Keberatan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan mengajukan permintaan pelaksanaan MAP secara bersamaan dan pelaksanaan MAP tersebut menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum Surat Keputusan Keberatan diterbitkan, Persetujuan Bersama diperhitungkan dalam Surat Keputusan Keberatan.
9. Pembuatan Kertas Kerja Penelitian dan Laporan Penelitian Keberatan
Tim Peneliti Keberatan melakukan penelitian atas buku, catatan, data, dan informasi serta keterangan yang terkait dengan keberatan Wajib Pajak.
Berdasarkan hasil penelitian, Tim Peneliti Keberatan membuat Kertas Kerja Penelitian Keberatan hanya apabila terjadi perbedaan penghitungan angka antara Pemeriksa dan Tim Peneliti Keberatan.
Dalam rangka pengujian Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP dan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013, maka Tim Peneliti Keberatan membuat Kertas Kerja Penelitian Alur Dokumen yang isinya mengenai:
rincian dokumen yang diminta oleh Pemeriksa;
rincian dokumen yang diberikan maupun yang tidak diberikan oleh Wajib Pajak kepada Pemeriksa; rincian dokumen yang diminta oleh Tim Peneliti Keberatan;
rincian dokumen yang diberikan maupun yang tidak diberikan oleh Wajib Pajak kepada Tim Peneliti Keberatan; dan
dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan dokumen, Tim Peneliti Keberatan memberikan keterangan atas tidak diberikannya dokumen oleh Wajib Pajak;
Dalam hal sengketa keberatan Wajib Pajak hanya bersifat yuridis maka Kertas Kerja Penelitian Alur Dokumen dapat tidak dibuat.
Tim Peneliti Keberatan membuat Laporan Penelitian Keberatan.
Tim Peneliti Keberatan meneliti kembali pencantuman data, meneliti kembali penulisan, dan meneliti kembali penghitungan dalam Laporan Penelitian Keberatan sebelum disampaikan kepada kepala unit pelaksana penelitian keberatan.
10. Penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir
Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, kepala unit pelaksana penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH) yang dilampiri dengan:
pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan; dan
formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan.
Tim Peneliti Keberatan membuat SPUH beserta lampirannya,
 SPUH beserta lampirannya disampaikan kepada Wajib Pajak secara langsung dengan bukti penerimaan dari Wajib Pajak, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Wajib Pajak diberi kesempatan untuk menanggapi secara tertulis sesuai formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan yang dilampirkan dalam SPUH disertai buku, catatan, data, atau informasi yang mendukung uraian dalam tanggapan secara tertulis paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal SPUH dikirim.
Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak melalui SPUH tidak bersifat final.
Dalam hal Wajib Pajak menggunakan hak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak, Tim Peneliti Keberatan membuat berita acara dengan menggunakan formulir sebagai berikut:
Berita Acara Kehadiran dan Pemberian Keterangan Tertulis; atau
Berita Acara Kehadiran Wajib Pajak tetapi Tidak Memberikan Keterangan Tertulis; atau
Berita Acara Kehadiran Wajib Pajak Memberikan Keterangan tetapi Tidak Bersedia Tanda Tangan.
Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan hak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak, Tim Peneliti Keberatan membuat berita acara dengan menggunakan formulir:
Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak dan Tidak Memberikan Keterangan Tertulis; atau
 Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak dan Memberikan Keterangan Tertulis
Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan hak untuk hadir, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.
11. Penerbitan Surat Tugas Pengganti
Dalam hal terjadi pergantian/perubahan susunan Tim Peneliti Keberatan pada unit pelaksana penelitian keberatan, maka kepala unit pelaksana penelitian keberatan menugaskan pegawai yang berwenang untuk melanjutkan penelitian keberatan dengan menerbitkan Surat Tugas pengganti.
Surat Tugas pengganti dibuat oleh petugas yang ditunjuk pada unit pelaksana penelitian keberatan.
12. Penerbitan dan Pengiriman Surat Keputusan Keberatan
Kepala unit pelaksana penelitian keberatan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan berdasarkan Laporan Penelitian Keberatan.
Tim Peneliti Keberatan membuat Surat Keputusan Keberatan 3 dengan peruntukan sebagai berikut:
Asli untuk unit pelaksana penelitian keberatan;
Salinan untuk Wajib Pajak, KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, dan Direktur Jenderal Pajak
Tim Peneliti Keberatan meneliti kembali pencantuman data, meneliti kembali penulisan, dan meneliti kembali penghitungan dalam Surat Keputusan Keberatan sebelum disampaikan kepada kepala unit pelaksana penelitian keberatan.
Pengiriman Surat Keputusan Keberatan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan.
Dalam hal jangka waktu 2 (dua) hari kerja sebagaimana dimaksud pada butir 12.3 melebihi batas akhir penyelesaian keberatan, maka pengiriman Surat Keputusan Keberatan paling lambat pada tanggal batas akhir penyelesaian keberatan tersebut.
Pengiriman Surat Keputusan Keberatan dilakukan dengan cara:
Disampaikan secara langsung dengan bukti tanda terima dari Wajib Pajak;
Melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Salinan Surat Keputusan Keberatan untuk KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dikirimkan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan
13. Pemberian Jawaban atas Pencabutan Surat Pengajuan Keberatan
Tim Peneliti Keberatan menerima permohonan pencabutan keberatan.
Tim Peneliti Keberatan melakukan penelitian pemenuhan persyaratan surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan.
Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013, Tim Peneliti Keberatan mengembalikan permohonan tersebut dengan menggunakan formulir
Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013, Tim Peneliti Keberatan melanjutkan penelitian dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Penelitian Pencabutan Pengajuan Keberatan.
Laporan dilampiri dengan surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan.
Tim Peneliti Keberatan membuat surat jawaban sehubungan dengan permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagai berikut:
Surat Persetujuan Permohonan Pencabutan Pengajuan Keberatan; atau
Surat Penolakan Permohonan Pencabutan Pengajuan Keberatan.
Surat  dibuat dan disampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan diterima oleh unit pelaksana penelitian keberatan.
Terhadap permohonan pencabutan keberatan yang disetujui, tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Terhadap permohonan pencabutan keberatan yang ditolak, Tim Peneliti Keberatan tetap memproses keberatan Wajib Pajak.
Unit pelaksana peneliti keberatan menyampaikan fotokopi surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan, fotokopi surat persetujuan permohonan pencabutan pengajuan keberatan atau surat penolakan permohonan pencabutan pengajuan keberatan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, untuk diadministrasikan dan diarsipkan oleh petugas Seksi Pelayanan.
14. Penyimpanan dan Pengembalian Dokumen
Buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy yang dipinjam dalam rangka penelitian keberatan dikembalikan setelah Surat Keputusan Keberatan dikirimkan.
Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah Surat Keputusan Keberatan dikirimkan, Wajib Pajak tidak mengambil buku, catatan, dan data yang telah dipinjamkan selama proses keberatan, Tim Peneliti Keberatan membuat surat pemberitahuan pengambilan berkas oleh Wajib Pajak.
Buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy yang menjadi dasar koreksi dan/atau perbedaan lain antara Wajib Pajak dengan Tim Peneliti Keberatan difotokopi dan diarsipkan bersama dengan Kertas Kerja Penelitian Keberatan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Kertas Kerja Penelitian Keberatan.
15. Pengiriman Data Baru atau Data yang Semula Belum Terungkap dalam Proses Pemeriksaan
Apabila dalam proses keberatan ditemukan data baru termasuk data yang semula belum terungkap dalam proses pemeriksaan dan tidak berhubungan dengan sengketa perpajakan, Tim Peneliti Keberatan mengirimkan data tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan yang bersangkutan untuk ditindak lanjuti sebagai Alat Keterangan (Alket).
16. Konfirmasi Penerimaan Surat Keputusan Keberatan
Unit pelaksana penelitian keberatan melakukan konfirmasi penerimaan Surat Keputusan Keberatan kepada KPP terkait.
Unit pelaksana penelitian keberatan mengirimkan Lembar Konfirmasi ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
KPP mengirimkan kembali Lembar Konfirmasi tersebut di atas kepada unit pelaksana penelitian keberatan paling lama 5 (lima) hari setelah Lembar Konfirmasi diterima.
Permintaan Keterangan Wajib Pajak dalam rangka Pengajuan Banding
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan.
Kepala unit pelaksana peneliti keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan tanggapan atas permintaan keterangan Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding. Tim Peneliti Keberatan membuat surat tanggapan atas permintaan keterangan Wajib Pajak dalam rangka pengajuan banding dan menyampaikan kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal penerimaan permintaan keterangan Wajib Pajak dalam rangka pengajuan banding dan/atau dengan mempertimbangkan batas waktu pengajuan banding Wajib Pajak.
18. Lain-Lain
Ilustrasi penghitungan jangka waktu Surat Keputusan Keberatan diterbitkan pada hari Senin tanggal 4 November 2013
maka
pengiriman Surat Keputusan Keberatan paling lambat pada hari Rabu tanggal 6 November 2013.
Apabila jatuh tempo keberatan pada hari Selasa tanggal 5 November 2013, maka pengiriman Surat keputusan Keberatan paling lambat tanggal 5 November 2013.

Sekilas Amnesti Pajak


Amnesti pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, sanksi admininistrasi dan sanksi pidana pajak dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Pajak yang dihapus adalah PPh dan PPN. Waktu pajak yang dihapus adalah dari tahun 2015 kebawah.

Sarana mengungkap harta dengan cara menyampaikan Surat Pernyataan Harta (SPH). Besarnya uang tebusan adalah tarif dikali dengan harta bersih. Harta bersih adalah selisih dari harta tambahan dengan utang sehubungan dengan harta tambahan tersebut.

Nilai harta tambahan jika dalam bentuk kas dalam nominal, jika selain kas dalam nilai wajar sesuai perhitungan Wajib Pajak. .

Utang adalah yang berkaitan langsung dengan harta tambahan dan keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Utang yang dapt menjadi pengurang harta tambahan paling banyak 75% dari harta tambahan untuk WP badan dan 50% untuk WP orang pribadi.

harta dan utang dalam mata uang asing amak dikonversi ke Rupiah berdasar kurs menteri keuangan pada akhir tahun 2015.

Wajib Pajak membayar uang terbusan dengan e-biling. KJP 411129 dan KJS 512

Tarif Amnesti pajak tergantung dengan saat penyampaian SPT, deklarasi atau repatriasi dan UMKM atau bukan. Jika deklarasi dalam negeri dan repatriasi maka tarifnya adalah 2% sampai dengan akhir September 2016, 3% sampai dengan akhir tahun 2016, dan 5% sampai dengan 31 Maret 2016. Jika deklrasi luar negeri, tarifnya double yaitu 4%, 6% dan 10%. UMKM tarifnya 0,5%.

UMKM adalah peredaran usahanya HANYA dari kegiatan usaha  maksimal Rp4,8 M dan nilai hartanya maksimal Rp10M dan tidak memiliki penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas. Dengan demikian jika pengusaha UMKM yang bekerja atau mempunyai pekerjaan bebas seperti dokter, akuntan, pengacara maka tidak berhak untuk mendapat tarif 0,5%. UMKM juga akan dikenakan tarif 2% jika nilai hartanya diatas Rp10M

 

 


batas nan semu


Bruggg…, aku terjatuh dan terkelungkup…, “Oh Tuhan,  dimana kah ini?…., hanya lautan luas tanpa ujung yang terlihat. Kenapa tiba-tiba berada di pulau dengan luas selemparan batu…, sendiri pula”. Sial, ini pasti mimpi,  Ah, harusnya ada pohon kelapa yang menemani. Lautan biru pun harusnya ada riak kecil,  ada gelombang pelan dan semilir angin.

Semua nya tidak sesuai gambaran klise. Sendiri di pulau tanpa pohon kelapa dan air laut yang tidak bergerak. Air laut ini pasti hanya ilusi.  Aku berjalan ke laut dan airpun hanya bergerak pelan. Hmm….. air laut ini memang seperti tidak ada, pakaian yang melekat di badan tidak basah sedikit pun, ketika air masuk ke mulut dan hidung,  tidak terasa asin sama sekali.. semakin banyak air laut masuk ke mulut dan hidung,  aku mulai kehabisan napas. Oh.. ini mungkin awal kematian, tidak!!, aku masih mau hidup.., aku kembali berlari ke pulau kecil.

Apa berenang saja? .., tapi aku tidak bisa berenang. Loh ini kan mimpi, jadi aku bisa berenang dalam mimpi.  Ide bagus…, aku pun langsung nyebur dan berenang. Halahh…, cuma kuat beberapa meter.  Dari pada mati tenggelam, lebih baik kembali le pulau.

Sendiri di tempat seperti ini akan memunculkan imajinasi kosong, fatamorgana dan hilangnya akal sehat.  Namun dalam keadaan tersulit dengan pilihan hidup atau mati akan memaksa semua Indra bekerja dengan kapasitas maksimum bahkan terkadang muncul indera tambahan yang dikenal indera keenam. Aku tidak akan menyerah. Aku perlu makan dan minum untuk bertahap hidup, membuat api unggun supaya tidak mati kedinginan. Air, tidak masalah, sepanjang mata memandang hanya air. Makanan yang tersedia di tempat seperti ini harusnya ikan. Anehnya,  tidak  ada ikan satu ekor pun.  Air lautan ini hanya berisi air dan air. Membuat api unggun lebih tidak mungkin lagi.

Tapi….., Mimpi,  ini memang mimpi, aku tidak perlu bersusah payang berenang, membuat api unggun. Cara terbaik adalah bangun dari mimpi buruk ini. Dari semua yang kulihat dan kurasa diluar nalar. Lalu bagaimana caranya????. Dengan melangkah aku bisa kembali ke air laut ini. Meloncat lebih aman… meloncat dan meloncat. Ya, dengan meloncat terus,  aku pasti bangun. Satu, dua, tiga,… , n, …. aku terus meloncat dengan jumlah bilangan yang mulai ngawur. Oh, Tuhan…, cepat bangunkanlah aku… andaikan aku tidak bangun, aku terus meloncat.

“Ayahhh…, ayah….” ada suara halus perlahan namun semakin kencang.  Oh, syukurlah ada yang menemani meskipun hanya suara. “Ayah… hei ayah sayang…. ada apa”.. Oh, Terima kasih Tuhan, suara itu seperti aku kenal dan semakin dekat. Seperti nya ada teman yang mendekat. Aku akan meloncat terus sampai bangun.

Dua ratus dua, 203, 204, 403, 304… ah semakin ngawur.. yang penting loncat.  Badanku seperti ada yang menggoyang-goyang. Wow meloncat ini memang menakjubkab. Dari muncul suara sampai badan yang kemudian bergoyang-goyang. “Ayah bangun,  bangun dulu…., kenapa sayang?…”, samar kulihat wajah wanita…. Terima kasih Tuhan, akhirnya kau kirim teman ke pulau ini, wanita pula. Aku terus meloncat dan wanita itu terus menepuk dan menggoyang-goyang badanku.

Energi ku sudah mulai habis, mungkin ini loncatan terakhir dan aku buat setinggi-tingginya dan brugggg….., aku terjatuh di tempat tidur. Oh.., syukurlah, akhirnya bisa bangun juga. “Ayah, mimpi apa?…, tempat tidur digoyang-goyang sampai mau runtuh”. Antara sadar dan tidak sadar, aku bangun dari tempat tidur,  minum segelas air putih dan duduk di pinggir tempat tidur.  “Hadooh,  mimpi gak jelas Mah, aku terdampar di pulau sempit tak berpenghuni satu mahluk hidup pun”. Isteri ku mengelap keningku yang berkeringat dengan  tissue,  “Ayah kecapaian, tadi pulang kerja larut malam, sekarang tidur lagi aja yah..”.

Tidur lagi?.., bagaimana kalau aku kembali bermimpi di pulau dengan seekor harimau buas. Matilah aku. “Nanti dulu Mah, ayah masih trauma dengan mimpi tadi, ayah mau lihat anak-anak dulu, tadi ga sempat lihat, karena langsung tidur”. Aku bangun dan beranjak dari tempat tidur, melangkah ke pintu kamar.

Kubuka pintu kamar dan ketika melangkah keluar kamar, Dugggh…., aku seperti menabrak kaca. Hahhh, kaca apa ini, sejak kapan pintu kamar dipasang kaca. Ah, rupanya, kesadaranku belum pulih benar. Aku bersandar di dinding beberapa detik. Kemudian kembali melangkah ke pintu kamar. Dugg.., aku kembali menabrak suatu penghalang yang transparan. Entah kaca, atau plastik transparan yang tidak kumengerti.

Aku dorong penghalang tersebut,  tidak bergerak sama sekali. Kutendang, malah membuat kaki memar. “Mamah, siapa yang pasang kaca di pintu kamar?!!….” aku ingin marah!!!. Isteriku hanya tersenyum. “Sayang, tentu saja tudak ada orang yang memasang kaca mati di pintu kamar”. Oh, Tuhan…, ia tidak percaya. “Mamah, kesini dulu!!, lihat kaca ini….”. Aku kembali menendang kaca aneh ini. “Tidak perlu sayang…, kita sedang bermimpi,  apa ayah belum bisa membedakan batas dunia sadar dan dunia mimpi…”

Gubrakkk. .., aku terduduk di pinggir dinding.  Aku baru terbangun dari dari mimpi dan terbangun dalam mimpi yang lain. Aku memejamkan mata selama mungkin dan kemudian membuka mata, siapa tahu, sudah bangun dalam dunia nyata yang sebenarnya. ” Ayah, aku kedinginan…”, isteri ku malah menggoda manja. Oh, Tuhan, betapa cantik,  Isteriku ini. “Aku bukan kedinginan lagi, aku sudah membeku”. Ingin rasanya langsung melompat ke tempat tidur. 

Tapi, apa sebenarnya kaca di pintu ini?.., aku meraba kaca di pintu. Ahh, ini nyata. “Mah, ini bukan mimpi,  kaca ini nyata… pegang lah kaca ini”, kedua tanganku berudaha keras mendorong kaca. “Ayah, lihatlah keatas,  atap rumah kita juga terbuat dari kaca transparan sehingga kita bisa melihat indahnya kelap-kelip bintang-bintang…” Isteriku malah menunjuk atap.

Hmmm, ini mungkin mimpi yang indah, pembalasan dari mimpi buruk tadi. Tidur  bersama isteri yang cantik di sebuah kamar dengan atap terbuat dari kaca tembus pandang ke langit. Astaga…., lantai yang kuinjak pun terbuat dari kaca transparan dengan air laut dibawahnya dan ikan hias warna-warni beraneka ragam yang indah dan menakjubkan. “Mamah, kita berada dimana?..” aku beranjak ke tempat tidur. “Dunia hayal, beyond reality, imajinasi tanpa batas, terserah ayah lah”. Ia membuka kancing baju. “Hey… tunggu.., tunggu… Kenapa dinding itu juga jadi tembus pandang??, wow… kamar transparan ini mengapung diatas lautan…”.  Oh indah sekali, dan hmmm,  nikmat sekali…

Aku terbangun dan melihat jam. “Hah.. sudah pukul 7 lebih. Dan oh, kenapa pula celanaku jadi basah. Aku bergegas ke kamar mandi. “Ayah kenapa terbaru-buru” tiba-tiba suara isteri ku memanggil dari ruang tengah.  “Aku kesiangan, terlambat kerja nih…, kenapa ga mamah bangunin?..” sahutku kesal. “Loh, sekarang kan hari Minggu, bukannya libur?..” isteriku terheran-heran.

Libur…?.., aku bersandar di pintu kamar mandi. Hmm…”Mamah, apakah kita berada dalam dunia nyata?…”. Aku bertanya dengan perlahan,  sambil menepuk-nepuk pipi sendiri. “Pertanyaan ayah aneh, ayah minum kopi dulu dan sarapan nasi goreng, katanya mau main sepeda ke gunung sama teman-teman ayah”. Aku melangkah ke meja makan. Mungkin ini sudah nyata. Lagipula membedakan dunia nyata dan dunia mimpi hanya membuat pusing kepala.  Sarapan ini sudah selayaknya dinikmati. Setelah nasi goreng ludes, aku kembali bertanya, apakah kejadian masuknya nasi goreng kedalam mulut sebagai sebuah mimpi?…

Setelah tersesat di dunia mimpi dan dunia nyata,  kenapa pula,  aku kembali galau dengan waktu yang telah lewat, sekarang dan masa depan. Waktu, masa, dalam hitungan detik, menit, jam, hari yang berlalu tidak bisa kita undo, tidak bisa kita ulang kembali. Dimanakah,  batas dimensi tersebut?. Muncul istilah move on untuk orang yang bisa melangkah ke dari masa lampau ke masa sekarang. Move off (mungkin loh) untuk orang yang terjebak di masa lampau dan tidak bisa beranjak ke masa sekarang. Yang ideal, motto nya pabrikan mobil Toyota,  “moving forward”.

Misteri terbesar alam semesta ini, disamping nyawa adalah waktu. Kita memahami waktu dalam satuan detik. Detik yang manusia hitung merupakan merupakan penafsiran dari perjalanan panjang Bumi berputar pada porosnya, Bumi mengelilingi Matahari.  Matahari pun berjalan mengelilingi lobang hitam. Kita melihat kelahiran bayi yang tumbuh,  dewasa, menua dan pergi selamanya.. Ah, sudahlah, Andaikan memang terdapat batas dunia nyata dan mimpi,  aku tidak akan peduli.

“Ayahhh, Barbie, mau sekolah, tapi Teddy tidak mau…”, tiba-tiba, Jasmin, anak perempuan ku yang berumur 4 tahun berlari ke arahku, sambil memegang dua boneka. Satu boneka Barbie, satu boneka beruang kecil.  Pagi begini, bidadari kecilku sudah asik dengan bonekanya. “Loh, kenapa ga mau?.., di sekolah kan banyak mainan..”. Tangan kanan Jasmin, mengangguk-anggukan Barbie,  seolah-olah Barbie berbicara,  “Tuh, kan.., kata ayah juga,  di sekolah banyak mainan, kita ke sekolah aja..”

Tangan kiri Jasmin kemudian menidurkan boneka beruang kecil dan menggeleng-geleng kepala boneka Teddy seakan-akan melakukan penolakan. “Tidak mau, aku mau main di rumah saja. Beberapa menit kemudian terjadilah dialog Barbie dan Teddy. Suatu negosiasi, dimana Barbie membujuk dan Teddy bersikukuh menolaknya….”. Dasar anak kecil,  apapun yang dilakukannya selalu membuatku tersenyum.

Aku beranjak dari kursi, melangkah ke kamar Jasmin,  mengambil boneka beruang besar dan kunaikkan ke sepeda, kemudian mendorongnya ke arah Jasmin. “Teddy, ayo kita ke sekolah, naik sepeda”. Aku menggerak-gerakkan tangan boneka beruang besar, seperti mengajak untuk naik sepeda. “Tunggu ayah…”. Jasmin, menaikkan kedua boneka nya ke atas sepeda. “Oh.., jadi Teddy maunya ke sekolah naik sepeda sama ayahnya”. Tangan Jasmin mengangguk-anggukan boneka Barbie.

“Nah, sudah sampai ke sekolah, ayo kita turun”. Aku menyandarkan sepeda ke dinding dan menurunkan boneka. Demikian pula dengan Jasmin.  “Ayah, gurunya lagi tidak ada, ayah jadi guru aja”. “Oke.. oke.., sekarang kita belajar melukis” aku memegang dua tangan boneka,  menuntunnya ke tempat papan tulis. Kemudian….,  aku ikut sama Jasmin masuk ke dunia imajinasi anak. Tentu saja, aku hanya berpura-pura. Tetapi Jasmin bermain imajinasi dengan jiwa raga sepenuhnya.

Satu jam berpura-pura menjadi guru dan tidak menjadi diri sendiri sudah membuatku kelelahan. Sedangkan Jasmin,  sama sekali semakin bergairah bermain “pura-pura”. Imajinasi, bagi anak merupakan dunia yang lebih luas dibanding dunia nyata. Ia lebih senang bermain di dunia imajinasi. “Anak-anak sekarang, waktunya istirahat ya..”, aku berdiri, menggeser kursi untuk duduk sejenak.

“Aduhhhh, sakit… kakiku terinjak kursi..”. Hah.., aku berdiri seketika. “Kaki Jasmin keinjak?..”aku spontan berdiri dari duduk. “Kaki Teddy keinjak..” Jasmin menggerak-gerakkan kaki boneka Teddy.  Walaahh…, kaki boneka toh. “Eh.., maaf, ayah tidak tahu, Sebentar ya, ayah ambil obat”, aku mengambil double tape dan menempelkannya di kaki boneka.

“Makasih, ayah Ayah, lain kali hati-hati ya..”, kepala Teddy kembali digerak-gerakkan. Teddy kemudian berjalan seperti tertatih-tatih, dibantu Barbie yang berusaha membopong pundaknya. FPiuhh.., lagi-lagi ia tidak bisa membedakan batas imajinasi dan nyata. Jasmin begitu mahir menjadi sutradara. Aku perhatikan, Teddy masih terlihat seolah-olah kesakitan.

Pagi yang indah.  Kopi ini memang luar biasa nikmat. Manusia memang kreatif.  Kenapa manusia mempunyai ide membuat minuman dari kopi yang pahit ini. Aku mengambil smartphone, untuk menghubungi teman yang akan gowes bareng. “Ayah jadi main sepeda?..”. Kata isteriku sambil memakai kaos olah raga.  “Jadi Mah,  mau whatsapp teman dulu”. Kataku sambil mengetik di HP. “Mamah mau senam?” Aku balik bertanya. “Mau, tapi kok belum ada woro-woro ya?.., mamah BBM teman dulu”.

Aku duduk memegang HP, begitupula isteriku. Sama-sama menghubungi teman lewat jaringan internet. Sekejap, aku sudah mengucap salam ke teman, menanyakan rencana gowes. Pesan berbalas pesan. Oh, ada notifikasi dari group media sosial.  Ku lihat sebentar dan ikut posting untuk membuktikan bahwa aku masih eksis. Wah.. ada link menarik nih. Ku klik dan aku pun kemudian menjelajah sebuah web. Wow…, ini ada tawaran discount.  Lihat sebentar ah, sial masih mahal juga. Ga jadi ah.

Aku masih duduk dengan tangan memegang HP, namun fikiranku sudah bergerak ke tetangga mengajak gowes,  ikut ngerumpi di group, membaca berita dan melihat barang-barang di toko online. Isteri ku pun demikian,  entah kemana fikiran dia beranjak pergi. Padahal,  aku berhadap-hadapan. Dunia maya menjadi dunia nyata dan dunia nyata menjadi dunia hampa. Ekspresi berupa senyum,  kecewa, tangisan lebih didominasi emo yang lebih hidup dibanding kenyataan sebenarnya. Jika Jasmin tidak bisa membedakan nyata dan imajinasi,  aku dan isteri ku mungkin lebih parah, tidak bisa memilah batas nyata dan maya.

“Ayahhhhh…”, Jasmin berteriak di luar rumah dan berlari masuk ke pintu rumah.  Aku tetap asik dengan HP. Hmmm…, ada notifikasi di BBM, ada yang kirim chat, kubuka dan kemudian ngobrol. Sekali anda membuka BBM, maka secara otomatis server BBM mengirim pemberitahuan berupa nuruf R yang menandakan telah dibaca dan jika tidak segera dijawab, anda dianggap tidak beretika. “Mamahhhh….”, anak ku kembali berteriak. Isteri ku pun tidak bergeming, asik dengan HP nya. Dunia maya telah menghisap fikiranku dan isteri dari dunia nyata.

Jasmin kembali berlari dan DUGGH, kakinya kesandung. Ia pun menagis meraung-raung. Aku dan isteri baru sadar dan menghampiri Jasmin. “Ayah…, ada bulatan hitam seperti titik besar di depan rumah..” kata Jasmin sambil terisak-isak. “Pasti imajinasi” fikir ku. Isteriku menggendong Jasmin dan aku keluar rumah untuk membuktikan kebenaran ucapan Jasmin.

Titik hitam itu ternyata benar. Aku terpaku, “Jasmin, dari mana asalnya titik hitam ini?…” tanyaku. Tidak ada jawaban, mungkin masaih menangis. Disamping titik hitam ternyata ada beberapa huruf besar. S E L E S A I.

Aku terdiam tak percaya. Ku lihat ke dalam rumah,  Jasmin dan isteriku tidak bergerak,  ia sudah menjadi patung. Dan, kakiku…oh kakiku menjadi sakit kemudian menjalar ka badan,  tangan dan kepalaku pun sudah terasa berat dan tidak bergerak.

Di batas manakah kuberada, mimpi, nyata, lampau, sekarang,  masa depan,  maya, imajinasi, bawah sadar, atau alam lainnya. Aku tidak mengerti. Apakah aku sekarang berpijak planet bumi, atau telah pindah ke planet  di galaxy lain. Tetap saja membingungkan. Yang jelas aku sudah tidak bisa bergerak.

Samar dan sekilas kulihat keatas, ada seseorang yang bergerak meninggalkan meja, Sepertinya,  ia baru membuat cerita bodoh ini. Dan akulah yang menjadi tokoh ceritanya. Cerita ini benar-benar tidak seru. Mimpi buruk dan berakhir dengan sebuah patung diriku di luar rumah dan patung anak dan isteri ku di dalam rumah,  teganya…..

Aku mungkin telah menjadi patung.  Tapi aku masih bisa berfikir “Hey. ..hey… Tuan dan Nyonya yang membaca tulisan ini, lanjukanlah cerita ini. Ubahlah cerita bodoh ini menjadi cerita cerdas. Aku tak sudi menjadi tokoh dari penulis gadungan. ..”


Keberadaan


“Mas, masih ingat aku ga, kita satu kelas di………”, kataku sambil mengulur tangan menawarkan jabat tangan. Ia tertegun, mencoba mengingat dan gagal.  “Sepertinya pernah ketemu…, dimana ya….”, berusaha ramah dan menerima jabat tangan. Sebelum obrolan berlanjut,  ia beranjak dari kursi ke luar kantin dan minta maaf karena sudah ditunggu temannya.

Kejadian itu mengusik dan mengecewakanku hingga menimbulkan rasa sedih, tersinggung dan menyentilku sampai ke pinggir kehidupan. Bukti bahwa ada dikotomi ada dan hilang, eksis dan lenyap, pahlawan dan penonton. Sialnya aku berada di pinggir sehingga yang di pusaran lupa keberadaanku.

Kawan lama itu sama sekali tidak meminggirkanku. Ia memang lupa. Yang salah adalah aku tidak membangun keberadaanku sehingga aku berada di memori kawan tersebut. Tapi apakah harus seperti itu?..  Hari berganti dan memori datang kemudian menghilang dengan sedikit kenangan manis dan pahit yang tertinggal. Rupanya tidak ada kenangan luar biasa yang aku simpan di memori otaknya, hanya hinggap sejenak dan terbang. Aku terlampau biasa. Bahkan sangat biasa sehingga tidak layak untuk diingat.

Kita hidup dalam kompetisi untuk menjadi top dan hit sehingga munculah box office,  rating,  top brand, ranking dan lainnya. Ketika anda tidak mampu mencapai top of mind. Anda harus rela dianggap tiada. Seperti prinsip ekonomi, bagaimana dengan sumber daya tetbatas kita bisa memenuhi keinginan yang tidak terbatas. Memori yang terbatas tidak mungkin mampu mengingat informasi yang tidak terbatas.

Lalu, apakah kita harus menjadi luar biasa, top, dan berada di pucuk kehidupan agar kita dapat manghujamkan kenangan ke memori otak semua orang. Ah…., pertanyaan ini terlalu jauh. Cara terbaik adalah menjadi diri sendiri dan melakukan hal yang menyenangkan. Orang ingat atau tidak kepada kita hanyalah impact dari apa yang kita lakukan dan kenapa kita harus memperdulikannya. Idealnya anda bahagia melakukannya dan pekerjaan itu berguna bahkan bisa membahagikan orang banyak, wow pekerjaan apa itu?..

Syukurlah, ada yang berani meragukan paradigma ekonomi. Bahwa demokratisasi bukanlah tentang politik semata tetapi juga produk. Kita mengalami pergeseran dari konsumerisme ke produserisme. Tidak ada yang menghalangi untuk berproduksi.  Semua orang terinspirasi untuk mencipta. Inilah ekonomi Long Tail dengan yang ditulis oleh Chris Anderson dengan kelimpahan dan kematian hukum yang dicetuskan Vilfredo Pareto.

Saya sadar, saya tidak ada dalam posisi hit ketika bergaul dengan teman tersebut sehingga tidak menjadi perhatian utama di bagian head (kepala) pada fokus perhatiannya. Saya hanya berada di bagian tail (ekor) perhatiannya dan ketika perhatian hanya pada head maka ekor menjadi terabaikan.

Anda yang mungkin senasib dengan saya yang berada dalam ekor kurva permintaan tidak perlu kecewa. Mari kita lihat Teori Long Tail, “Kultur dan ekonomi kita terus bergeser menjauh dari fokus terhadap produk-produk hit yang relatif sedikit (pasar utama) di bagian head pada kurva permintaan, dan beralih ke pasar-pasar khusus (niche) yang banyak sekali di bagian Tail”. So…, tetaplah jadi diri sendiri, andaikan anda tidak berhasil di head toh tail pun mempunyai pasar yang semakin membesar.

Ketika anda suka dengan selfie gaya alay, teruskanlah. Ketika anda pemalu, berdiri di pojokkan dan hanya menulis menyendiri di ruang gelap, tetap menulislah. Senang menyannyi dan menari di hiruk pikuk keramaian. Teruslah menghibur orang. Kita menjalani kehidupan dan melakukan apa yang kita senangi sehingga roda berjalan dalam poros masing-masing.

Aku sejenak berhenti merangkai huruf dan bertanya untuk apa terus menulis kata-kata kosong ini. Bukankan lebih banyak pekerjaan lain yang lebih berguna. Apakah tulisan ini hanya sebuah upaya eksis. Sesuai ungkapan “saya menulis saya ada”. Tulisan ini seperti kegenitan para alay ketika selfie dengan muka dilonjongkan dan mata dibelalakkan. Tidak perlu lah mencari pembenaran bahwa tulisan itu lebih intelek dari photo selfie. Sama saja. Tidak perlu pula untuk menyalahkan. Toh,  semua orang melakukannya dengan model dan dosis yang berbeda.

Selfie gaya alay merupakan sebuah pemberontakan  mainstream atas keindahan photo yang absolut dikuasai para suhu photography. Mulai meracau lah aku dan semestinya tulisan ini dihentikan. Tidak, aku tidak akan berhenti menulis, tak peduli bermanfaat atau tidak nya tulisan ini, tidak peduli eksis dan tidaknya keberadaanku….


Sederhananya, Transfer Pricing adalah. …….


Transfer Pricing jika dibahasakan
adalah harga transfer. Transfer Pricing lebih populer sehingga sering disingkat TP. Ada singkatan lagi, TP Doc. Kepanjangan dari Transfer Pricing
Documentation.  Lagi-lagi bahasa
Inggris. Kenapa tidak kita sebut saja dokumentasi harga transfer. Kenapa harus didokumentasikan?. Dokumentasi termasuk dalam pembukuan sebagaimana diatur dalam pasal 28 UU KUP.
TP mempunyai pengertian luas,tetapi kita hanya membahas TP dalam konteks perpajakan. Dalam PER-32/PJ/2011 pasal 1 angka 8 disebutkan bahwa TP adalah
penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Penting juga untuk menggarisbawahi pasal 2, bahwa PER-32/PJ/2011 berlaku untuk penentuan harga TP atas transaksi yang dilakukan WPDN atau BUT di Indonesia dengan WPLN di luar Indonesia. Dalam hal WP melakukan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang merupakan WPDN atau BUT di Indonesia,  PER ini hanya berlaku untuk memanfaatkan PERBEDAAN TARIF PAJAK yang disebabkan antara lain PPh final atau tidak final pada sektor usaha tertentu,  pengenaan PPn BM atau transaksi yang dilakukan dengan WP Kontraktor Kerja Sama Migas.

Dua poin penting dalam TP adalah bagaimana cara menentukan harga dan apa yang dimaksud dengan hubungan istimewa. Cara menentukan harga ini menjadi sulit karena adanya perbedaan asumsi dan persepsi.

Sekarang kita membicarakan yang
ringan dulu, yaitu hubungan istimewa.
Pengertian hubungan istimewa dalam UU PPh pasal 18 ayat 4 dengan penjelasan:
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena
ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:
a. kepemilikan atau penyertaan modal;
b. adanya melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak orang pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau karena perkawinan.

Inilah yang dimaksud dengan hubungan istimewa:

1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25 % pada Wajib Pajak lain;
hubungan antara Wajib Pajak
dengan penyertaan paling rendah 25 % pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan diantara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.

Penjelasannya:
Hubungan istimewa dianggap
ada apabila terdapat hubungan
kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung.
Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT B tersebut mempunyai 50% (lima puluh
persen) saham PT C, PT A sebagai
pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh limapersen).
Dalam hal demikian antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa.
Apabila PT A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa.

2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada dibawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung;

Penjelasannya:
Hubungan istimewa di antara
Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak
terdapat hubungan kepemilikan.
Hubungan istimewa dianggap ada
apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan diantara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.

c. Terdapat hubungan keluwarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat.

Penjelasannya:
Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan “hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan ke samping satu derajat” adalah saudara.
Yang dimaksud dengan “keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah mertua dan anak tiri, sedangkan “hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan kesamping satu derajat” adalah ipar.

Pengertian hubungan istimewa yang terkesan sederhana ini namun bisa menjadi dispute. Cobalah tengok perusahaan yg terdaftat di BEI. Kita akan bingung mana anak perusahaan,  mana induk perusahaan.

Bersambung……..