Monthly Archives: April 2011

Pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi bagi Wanita Kawin


Berikut ini salinan dari portal DJP tentang Pengisian SPT Tahunan PPh OP bagi Wanita Kawin.

* Apakah wanita kawin tersebut memiliki NPWP yang terpisah dengan suaminya (NPWP dengan kode cabang (tiga digit terakhir) “000”)? Jika jawabannya:
YA.
Apapun pekerjaan dari wanita kawin tersebut (baik hanya sebagai pegawai dari satu pemberi kerja yang menerima 1721-A1 atau 1721-A2 ataupun memiliki penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas) jika wanita kawin tsb memiliki NPWP dengan kode cabang (tiga digit terakhir) “000”,
maka harus diperlakukan sebagai isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, yang pengisian SPT Tahunannya sama dengan wanita kawin dengan perjanjian pisah harta (SE29/PJ/2010). Maka pengisian SPT Tahunannya adalah sbb:

  1. Pelaporan bagi wanita kawin ini dilakukan terpisah dengan SPT Tahunan PPh suami. (SE29/PJ/2010)
  2. Dan untuk penghitungan PPh bagi wanita kawin ini, harus dihitung layaknya wanita kawin yang memilih untuk melakukan hak/kewajiban perpajakannya sendiri. Sehingga penghasilan neto wanita kawin tersebut harus digabung dengan penghasilan neto suami, dan besarnya PPh terutang bagi wanita kawin (isteri) dihitung dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri.
  3. Kolom PTKP baik dalam SPT Tahunan suami maupun isteri diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri. (Dasar hukum: Lampiran II atau Lampiran IV PER 34/PJ/2010, Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 halaman 32 atau Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770S halaman 19).
  4. Kolom Penghasilan Kena Pajak baik dalam SPT Tahunan suami maupun isteri diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri. (Dasar hukum: Lampiran II atau Lampiran IV PER 34/PJ/2010, Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 halaman 32 atau Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770S halaman 20)
  5. Contoh cara penghitungan dan bentuk lembar penghitungan penghasilan serta PPh Terutang bagi isteri yang mempunyai NPWP sendiri (terpisah dari suami) dapat dilihat pada halaman 33-36 di Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan 1770 atau halaman 26-28 di Buku Petunjuk Pengisian 1770S (PER 34/PJ/2010)

TIDAK. (wanita kawin tsb memiliki NPWP cabang/NPWP anggota keluarga dengan kode cabang (tiga digit terakhir) “001”)
Maka kita harus melihat lebih lanjut apa pekerjaan dari wanita kawin tersebut. Tanyakan pertanyaan untuk mengetahui pekerjaannya.

  • Apakah wanita kawin tersebut bekerja sebagai pegawai dari satu pemberi kerja dan memperoleh 1721-A1/ 1721-A2? Jika jawabannya:

YA.
Maka pengisian SPT Tahunan nya adalah sebagai berikut:

  1. Pelaporan disatukan dengan SPT Tahunan PPh suaminya, dimana penghasilan wanita kawin tsb dilaporkan didalam bagian “Penghasilan Isteri dari satu pemberi kerja” (1770-III Bagian A No.15 atau 1770S-II Bagian A No.13). Jadi penghasilan wanita tersebut sudah bersifat final dan tidak perlu ditambahkan dengan penghasilan neto suami. (Dasar hukum: Lampiran II atau Lampiran IV PER 34/PJ/2010, Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 halaman 19 atau Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770S halaman 13)
  2. PTKP di induk SPT Tahunan suami diisi dengan “K/jumlah tanggungan”, tidak boleh ditulis “K/I/”. Karena penghitungan penghasilan isteri sudah bersifat final sehinggan PTKP untuk isteri juga tidak perlu ditambahkan lagi dengan PTKP suami. (Dasar hukum: Lampiran II atau Lampiran IV PER 34/PJ/2010, Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 halaman 19 atau Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770S halaman 13)


TIDAK
.
wanita kawin tsb memiliki penghasilan dari :

  1. usaha/pekerjaan bebas yg tidak ada hubungannya dgn usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yg belum dewasa).
  2. bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas.
  3. bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja. Maka pengisian SPT Tahunannya adalah sbb: + Pelaporan disatukan dengan SPT Tahunan PPh suaminya. + Penghasilan neto isteri ditambahkan dengan penghasilan neto suaminya, begitu juga untuk PPh terutangnya menjadi suatu kesatuan. (Dasar hukum: Lampiran II atau Lampiran IV PER 34/PJ/2010, Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 halaman 31 atau Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770S halaman 19) + PTKP di induk SPT Tahunan suaminya adalah “K/I/jumlah tanggungan” karena penghasilan isteri digabung didalam induk SPT suami maka PTKP nya juga digabung. (Dasar hukum: Lampiran II atau Lampiran IV PER 34/PJ/2010, Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 halaman 31 atau Buku Petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770S halaman 19)

Sumber : DJP Tax Knowledge Base


Koreksi Fiskal Pada SPT Tahunan PPh Badan


Beberapa WP sering kebingungan ketika mengisi kolom koreksi fiskal  SPT Tahunan PPh Badan formulir 1771 I. Kejadian ini dialami beberapa perusahaan konstruksi yang seluruh penghasilannya telah dikenakan PPh final. Berikut ini saya kutip dari buku petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2009 halaman 5 dan 6:

Angka 4 : PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya (angka 8) akan menjadi nihil/netral.

Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771 – I dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian komersialnya.

Catatan Penulis:

Pengertian Ketentuan Umum adalah bahwa PPh dikenakan terhadap penghasilan neto dimana penghasilan neto adalah  pendapatan yang merupakan objek PPh dan bukan PPh final  dikurangi biaya

Angka 8 adalah angka penghasilan neto setelah koreksi fiskal

angka 1 formulir 1771 – I adalah seluruh penghasilan baik final maupun tidak final, baik objek PPh maupun bukan objek PPh

 

Angka 5 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF

Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan/atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.

Angka 6 : PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF

Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.

Catatan Penulis:

Kata yang ditulis tebal dan digarisbawahi merupakan jawaban atas kebingungan WP. Kita akan membuat contohnya.

WP hanya menerima penghasilan konstruksi yang telah dikenakan PPh final Rp 1.000.000.0000

Biaya untuk kepentingan pemegang saham  Rp  50.000.000

Karena seluruh penghasilan telah dikenakan PPh final, maka WP hanya mencantumkan Rp 1.000.000.000 pada form 1771 I nomor 4, sedangkan angka Rp 50.000.000 tidak dicantumkan pada kolom koreksi fiskal biaya untuk kepentingan pemegang saham (1771 I No. 5.a.) karena jika dicantumkan akan terjadi double koreksi.

Contoh 1:

  • Peredaran usaha dari jasa konstruksi; Rp 1.000.000.000
  • Biaya 3M: Rp800.000.000
  • Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham: Rp100.000.000

Berdasarkan data tersebut, maka perhitungan labanya adalah sbb:

1. Laporan Laba Rugi Komersial

  • Peredaran usaha: Rp 1.000.000.000
  • Biaya:                                   900.000.000
  • Laba:                              Rp 100.000.000

2. Laporan Laba Rugi Fiskal

  • Peredaran usaha: 0
  • Biaya: 0
  • Laba: 0

3. SPT Tahunan PPh Badan

  • Peredaran usaha:                          Rp1.000.000.000
  • Biaya:                                                         (900.000.000)
  • Penghasilan neto komersial:    Rp 100.000.000
  • Penghasilan PPh final                  (1.000.000.000)
  • Koreksi fiskal biaya                       (900.000.000)
  • Penghasilan neto fiskal                                0

Contoh 2:

  • Peredaran usaha dari jasa konstruksi: Rp 1.000.000.000
  • Peredaran usaha dari penjualan barang: Rp 4.000.000.000
  • Biaya sehubungan jasa konstruksi: Rp800.000.000
  • Biaya untuk Penjualan barang: Rp3.700.000.000
  • Biaya untuk kepentingan pemegang saham untuk penjualan barang: Rp100.000.000

Berdasarkan data tersebut, maka perhitungan labanya adalah sbb:

1. Laporan Laba Rugi Komersial

  • Peredaran usaha: Rp 5.000.000.000 dari perhitungan Rp1.000.000.000 + Rp 4.000.000.000
  • Biaya:                                4.600.000.000 dari perhitungan Rp800.000.000 + Rp 3.700.000.000 + Rp 100.000.000
  • Laba:                              Rp 400.000.000

2. Laporan Laba Rugi Fiskal

  • Peredaran usaha: Rp 4.000.000.000
  • Biaya:                               3.700.000.000
  • Laba:                              Rp300.000.000

3. SPT Tahunan PPh Badan

  • Peredaran usaha:                          Rp5.000.000.000
  • Biaya:                                                       4.600.000.000
  • Penghasilan neto komersial:              400.000.000
  • Penghasilan PPh final                     (1.000.000.000)
  • Koreksi fiskal biaya konstruksi         800.000.000
  • Koreksi biaya kep. pem. saham     (100.000.000)
  • Penghasilan neto fiskal                   Rp300.000.000

Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT).


Tulisan ini repost (sorry) dari blog terdahulu dan sedikit diedit. direpost karena ada pertanyaan dari seorang teman yang mengispiring untuk kembeli mebaca aturan ini.

a. Penjelasan UU PPh Pasal 25 ayat 7 huruf c: WP OP yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili, besarnya angsuran pajaknya perlu diatur agar besarnya angsuran mendekati keadaan yang sebenarnya.

Kata atau dibold dan diitalic untuk menekankan bahwa WP OPPT bisa:

1. WP OP yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu

2. WP OP yang mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili

b. 255/PMK.03/2008 : WP OP yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda dengan domisili. PMK ini telah diubah dengan 208/PMK.03/2009

c. 208/PMK.03/2009: WP OP yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 atau lebih tempat usaha

Pada PMK ini, pengertian usaha dipersempit menjadi pedagang eceran

d. PER – 32/PJ/2010: WP OP yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 atau lebih tempat usaha. Pengertian Pedagang Pengecer adalah melakukan penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan/atau penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha. 

Pada PER-32 ini, pengertian pedagang eceran diperluas lagi, bahwa pengertian pedagang eceran ini bukanlah retail semata, tetapi juga grosir. bahkan bukan hanya barang, tetapi juga jasa. Nah…binun kan

e. SE – 77/PJ/2010: WP OP yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pegecer yang mempunyai 1 atau lebih tempat usaha. Pengertian pedagang pengecer adalah  yang melakukan penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan/atau penyerahan jasa melalui suatu tempat usaha.

Dalam peraturan tersebut tidak diberikan contoh penyerahan jasa, apakah  pemilik salon, rental kendaraan, warnet, praktek dokter, kantor akuntan, kantor pengacara dan notaris termasuk dalam pengertian penyerahan jasa.