SANKSI PERPAJAKAN


Dengan disyahkannya UU Cipta Kerja Tahun 2020 (agar dapat dibaca lebih cepat, kita singkat menjadi UU CK ), maka ada beberapa aturan sanksi  perpajakan dalam UU KUP yang ditambah dan diubah. untuk lebih memahami dimana perubahannya, UU lama yang diubah tidak dihapus.

Perubahan yang mendasar, diantaranya:

  • besarnya sanksi per bulan, UU KUP sebesar 2% menjadi bunga acuan yang ditetapkan menteri keuangan;
  • lamanya jumlah bulan menjadi paling lama 24 bulan;
  • Untuk penerbitan SKP, kata keterangan lain, dihapuskan.

Tulisan ini merupakan tulisan lama yang disesuaikan dengan UU Cipta Kerja Tahun 2020

Berikut ini sanksi perpajakan yang diatur dalam UU No. 6/1983 stdtd UU No. 28/2007. Pengklasifikasian tersebut menjadi penting bagi kita dalam meningkatkan pemahaman sanksi yand ada pada UU Perpajakan.
1. Pasal 7 (1): sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

Catatan: Sesuai UU PPN pasal 15A, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Dengan demikian, aturan yang dipakai adalah UU PPN karena lebih specialis.

2. Pasal 7 (1): sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak

3. Pasal 7 (1): sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP badan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

4. Pasal 7 (1): sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajakpaling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Penjelasan: Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur pada ayat ini adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan.

Catatan: Pengenaan sanksi administrasi berupa denda Pasal 7 tersebut tidak dilakukan terhadap:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

5. Pasal 8(2) UU KUP : sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan jika WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

Penjelasan UU KUP:

Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula.
Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.
Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan “1 (satu) bulan” adalah jumlah hari dalam bulan kalender yang bersangkutan,

misalnya mulai dari tanggal 22 Juni sampai dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari bulan” adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.

UU CK: Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

6. Pasal 8(2a) KUP: sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan jika WP membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

Penjelasan: Cukup jelas.

UU CK: Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Pasal 8 (2b) UU CK: Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

7. Pasal 8(3) UU KUP: sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar jika Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang, Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,

Penjelasan: Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP selama belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar, terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan.
Namun, apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

UU CK: Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu sebagai berikut:

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d sepanjang mulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

8. Pasal 8 (3) KUP Pada UU CK: denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar karena pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa

9. Pasal 8 (5) KUP: sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar dan harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri disampaikan karena adanya Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang dapat mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.

(dimana Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan tetapi belum menerbitkan surat ketetapan pajak).

Pasal  8 ayat (5) KUP pada UU CK: Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari pajak yang kurang dibayar, yang dihitung sejak:

a. batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan; atau

b. jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Masa dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Tambahan Pasal (5a) KUP pada UU CK: Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 10% (sepuluh persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

10. Pasal 9 (2a): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan apabila pembayaran atau penyetoran pajak pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak

Penjelasan: Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Untuk jelasnya cara penghitungan bunga tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
Angsuran masa Pajak Penghasilan Pasal 25 PT A tahun 2008 sejumlah Rp10.000.000,00 per bulan. Angsuran masa Mei tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Apabila pada tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi bunga dalam Surat Tagihan Pajak dihitung 1 (satu) bulan sebagai berikut:
1 x 2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00.

Perubahan Pasal 9 (2a) KUP pada UU CK: Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

11. Pasal 9 (2b): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan apabila kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan

Penjelasan: cukup jelas

Perubahan Pasal 9 (2b) KUP pada UU CK: Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Penambahan Pasal 9 (2c) KUP pada UU CK: Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan ayat (2b) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

12. Pasal 13 (2): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar

13. Pasal 13 (2): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan

Penjelasan: Ayat ini mengatur sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e. Sanksi administrasi perpajakan tersebut berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dicantumkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Sanksi administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.
Walaupun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut diterbitkan lebih dari 2 (dua) tahun sejak berakhirnya Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa 2 (dua) tahun.
Contoh : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak PT A mempunyai penghasilan kena pajak selama Tahun Pajak 2006 sebesar Rp100.000.000,00 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan tepat waktu.
Pada bulan April 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar maka sanksi bunga dihitung sebagai berikut:
1. Penghasilan Kena Pajak Rp100.000.000,00
2. Pajak yang terutang
(30% x Rp100.000.000,00) Rp 30.000.000,00
3. Kredit pajak Rp 10.000.000,00 (-)
————————–
4. Pajak yang kurang dibayar Rp 20.000.000,00
5. Bunga 24 bulan
(24 x 2% x Rp20.000.000,00) Rp 9.600.000,00 (+)
————————–
6. Jumlah pajak yang masih
harus dibayar Rp 29.600.000,00
Dalam hal pengusaha tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, selain harus menyetor pajak yang terutang, pengusaha tersebut juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pajak yang kurang dibayar yang dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Perubahan Pasal 13 (2) KUP pada UU CK: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Tambahan Pasal 12 (2a) UU KUP pada UU CK: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak saat jatuh tempo pembayaran kembali berakhir sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Tambahan Pasal 12 (2b) UU KUP pada UU CK:

Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 15% (lima belas persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

14. Pasal 13(3) huruf a: 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak apabila

– Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau —  apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang

14. Pasal 13 (3) huruf b: 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor apabila

– Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau —  apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang

15. Pasal 13 (3) huruf c: 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar apabila apabila

– Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau

–  apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);

–  apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang

Penjelasan: Cukup jelas

Tambahan Pasal 13 (3a): Dalam hal terdapat penerapan sanksi administrasi berupa bunga dan kenaikan berdasarkan hasil pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c, hanya diterapkan satu jenis sanksi administrasi yang tertinggi nilai besaran sanksinya.

15. Pasal (13A): sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang

Penjelasan: Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun, bagi Wajib Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Oleh karena itu, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Pasal 13A KUP dihapus oleh UU CK

16. Pasal 14 (3): 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak apabila Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar (Dengan menerbitkan STP)

17. Pasal 14 (3): 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak apabila dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung (Dengan menerbitkan STP)

Penjelasan: Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan karena:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; atau
b. penelitian Surat Pemberitahuan yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan/atau salah hitung.
Untuk jelasnya diberikan contoh cara penghitungan sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh tempo misalnya tiap tanggal 15. Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tepat waktu sebesar Rp40.000.000,00.
Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 18 September 2008 dengan penghitungan sebagai berikut:
– Kekurangan bayar Pajak Penghasilan
Pasal 25 bulan Juni 2008
(Rp100.000.000,00-Rp40.000.000,00) =Rp60.000.000,00
– Bunga = 3 x 2% x Rp60.000.000,00 =
Rp 3.600.000,00 (+)
————————-
– Jumlah yang harus dibayar = Rp63.600.000,00
2. Hasil penelitian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2008 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2009 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 12 Juni 2009 dengan penghitungan sebagai berikut:
– Kekurangan bayar Pajak
Penghasilan =Rp1.000.000,00
– Bunga = 3 x 2% x Rp1.000.000,00 =
Rp 60.000,00 (+)
———————-
– Jumlah yang harus dibayar =Rp1.060.000,00

18. Pasal 14 (4): 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak apabila pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;

Sesuai Pasal 14 (1) huruf e, diubah menjadi “pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak”

19. Pasa;l 14 (4): 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak apabila pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;

20. Pasal 14 (4): 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak apabila Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak

Penjelasan: Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Perubahan Pasal 14 (3) KUP pada UU CK: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Pasal 14 (4) huruf f dan g yang berbunyi:

f: Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau

g: Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

DIHAPUS

21. Pasal 14 (5): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan apabila Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Penjelasan: cukup jelas

Pasal 14 (5) KUP dihapus dalam UU CK

Tambahan Pasal 14 (5a) pada UU CK: Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% (lima persen) dan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

Tambahan Pasal 14 (5b) KUP  pada UU CK: Surat Tagihan Pajak diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.

Catatan: Tambahan Pasal 14 (5b) KUP pada UU CK menciptakan kepastian daluwarsa penerbitan STP. selama ini, masih ada  pendapat bahwa daluwarsa penebitan ketetapan pajak itu hanya untuk SKP, dengan demikian penerbitan STP tidak ada daluwarsanya. Sebenarnya, Ditjen Pajak telah menerbitkan S-411/PJ.02/2016 yang menegaskan bahwa Untuk Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, STP Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 14 Undang-Undang KUP diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

Perbedaan pendapat tetap terjadi karena terdapat Putusan Pengadilan Pajak nomor PUT-001982.99/2018/PP/M.IB Tahun 2018 yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian Majelis terhadap UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012, Majelis berpendapat bahwa dalam UU KUP maupun Peraturan Menteri Keuangan tersebut tidak diatur ketentuan tentang batas waktu penerbitan STP dan Kedaluwarsa penerbitan STP, dengan demikian penerbitan STP Masa Pajak Juni 2011 Nomor: 01030/106/11/081/16 tanggal 6 Oktober 2016, tidak kedaluwarsa.

Dilihat dari Masa Pajak dan tanggal penerbitan STP, jelas bahwa STP tersebut terbit lebih dari 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

Tambahan Pasal 14 (5b) KUP  pada UU CK: Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (5b):

a. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) diterbitkan paling lama sesuai dengan daluwarsa penagihan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;

b. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) dapat diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, apabila Wajib Pajak tidak mengajukan upaya banding; dan

c. Surat Tagihan Pajak atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal Putusan Banding diucapkan oleh hakim Pengadilan Pajak dalam sidang terbuka untuk umum.

22. Pasal 15 (2): sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut dalam SKPKBT

Penjelasan: Dalam hal setelah diterbitkan surat ketetapan pajak ternyata masih ditemukan data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan tersebut, atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang kurang dibayar.

23. Pasal 15 (4): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Penjelasan: Dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa pajak berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.

Pasal 15 (4) KUP dihapus dalam UU CK.

24. Pasal 19 (1): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

Penjelasan: Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga berdasarkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan atau terlambat dibayar.
Contoh:
a. Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar =Rp10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh
tempo pelunasan =Rp 6.000.000,00 (-)
—————————
Kurang dibayar =Rp 4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan
(1 x 2% x Rp4.000.000,00) =Rp 80.000,00
b. Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut pada huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar =Rp10.000.000,00
Dibayar setelah jatuh tempo
pelunasan =Rp10.000.000,00
———————–
Kurang dibayar =Rp 0,00
Bunga 1 (satu) bulan
(1 x 2% x Rp10.000.000,00) =Rp 200.000,00

Perubahan Pasal 19 (1) KUP pada UU CK: Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

25. Pasal 19 (2): sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak

Penjelasan: Ayat ini mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Contoh:
a. Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00.
angsuran ke-2 : 2% x Rp896.000,00 = Rp17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp672.000,00 = Rp13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp448.000,00 = Rp8.960,00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp224.000,00 = Rp4.480,00.
b. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009.
Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00.

Perubahan Pasal 19 (2) KUP pada UU CK: Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

26. Pasal 19 (3): bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan apabila WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut

Penjelasan: Cukup jelas.

Perubahan Pasal 19 (3) KUP pada UU CK: Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, Wajib Pajak dikenai bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Tambahan Pasal 9 (4) KUP pada UU CK: Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dihitung berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

27. Pasal 25 (9): sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan apabila keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian

Penjelasan: Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen).
Contoh:
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000,00 – Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.

28. Pasal 25 (10): sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan apabila WP mengajukan permohonan banding

Penjelasan: Cukup jelas.

29. Pasal 27 (5d): sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Penjelasan: Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada ayat ini.
Contoh:
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00.
Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00. Dalam hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 100% x (Rp450.000.000,00 – Rp200.000.000,00) = Rp250.000.000,00.

30. Pasal 38: denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun apabila:

Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali

Penjelasan: Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana.
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi melainkan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
Dengan adanya sanksi pidana tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kealpaan yang dimaksud dalam pasal ini berarti tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

31. Pasal 39 (1): pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar bagi:

Setiap orang yang dengan sengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

Penjelasan: Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan negara.
Dalam perbuatan atau tindakan ini termasuk pula setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

32. Pasal 39(2) :P idana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan

Penjelasan: Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai sanksi pidana lebih berat, yaitu ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana yang diatur pada ayat (1).

33. Pasal 39 (3): pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan

Penjelasan: Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau penyampaian Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak atau pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu, percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri

34. Pasal 39A: pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak

Penjelasan: Faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dikenai sanksi pidana.

35. pasal 41: pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) bagi:

(1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

Penjelasan:

Ayat (1)
Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan, perlu adanya sanksi pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang menyebabkan terjadinya pengungkapan kerahasiaan tersebut.
Pengungkapan kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib Pajak yang dilindungi oleh Undang-Undang Perpajakan dilanggar. Atas kealpaan tersebut, pelaku dihukum dengan hukuman yang setimpal.
Ayat (2)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak.

36. Pasal 41A: Pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) untuk Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar

Penjelasan: Agar pihak ketiga memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 35 maka perlu adanya sanksi bagi pihak ketiga yang melakukan perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.

37. Pasal 41B: Pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) untuk Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

Penjelasan: Seseorang yang melakukan perbuatan menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, misalnya menghalangi penyidik melakukan penggeledahan dan/atau menyembunyikan bahan bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dikenai sanksi pidana.

38. Pasal 41C (1): Pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) UU KUP

Penjelasan: Cukup jelas

39. Pasal 41C (2): Pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) untuk Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1)

Penjelasan: Cukup jelas

40. Pasal 41C (3): Pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Penjelasan: Cukup jelas

41. Pasal 41C (4): pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara

Penjelasan: Cukup jelas

42. Pasal 43 (1): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Penjelasan: Yang dipidana karena melakukan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tidak terbatas pada Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, kuasa Wajib Pajak, pegawai Wajib Pajak, Akuntan Publik, Konsultan Pajak, atau pihak lain, tetapi juga terhadap mereka yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Ayat (1)
Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.
Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Cukup jelas.
Ayat (1d)
Cukup jelas.
Ayat (1e)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Penjelasan: Cukup jelas.


11 responses to “SANKSI PERPAJAKAN

  • Suhardi

    numpang tanya kang,
    klo sanksi pasal 7 kup untuk bendahara hanya dikenakan bendahara yg melakukan pembayaran. bagaimana dengan sanksi pasal 9 (2a).
    1. apakah bendahara yg melakukan pembyaran telat dapat dinekana sanksi pasal 9 (2a) KUP ?
    2. apakah juga ada pengecualian juga atas bendahara yg dpt dikenakan sanksi pasal 9 (2a) ?
    matur nuhun.

  • vitalistiyanasari

    Reblogged this on Vita's Diary.

  • dicky

    Slmt siang kang numpang tny jika sdh diperingatkan tp tetap tdk byr denda ps.7 kup apa ada sanksi lainnya? krn sy tdk ada aktifitas sm skali dan juga sdh di non efektifkan utk CV, yg kena denda.

  • kevin

    numpang sedot ya gan

  • didi

    seharusnya di bayar kang, tidak ada sih tambahan lagi, palingan kalo makin lama gak di bayar ya makin besar tiap tahunnya, akang dicky bisa melakukan jalan permohonan pengurangan sanksi administratif untuk pasal 36 ayat (1) a, di situ bisa di ungkapkan semuanya soal CV yang non efektif, mungkin bisa di seratakan bukti CV nya yang sudah tidak efektif lagi, berarti penghapusan NPWP CV nya bisa di sertakan, agar sanski nya bisa di hapuskan atau bisa di kurangi…semoga bisa membantu..

  • jefry wiajaya

    selamat siang,permisi kang saya mau tanya jika vendor perusahaan pajakya sdh dilaporkan terus setelah pas 3 bulan br ada perubahaan menjadi npwp pribadi bkn pake npwp perusahaan.apakah itu kena sangsi adm?

  • MA_CKH

    Terima kasih artikelnya. Bagus dan sangat membantu ^_^

  • rizal suparlim

    kang mau tanya kalau wp sudah meninggal dan ada pemeriksaan untuk spt wp tahunan apakah bisa dihapus sanksi nya?

  • daniel

    Sya mau tanyak pak,tujuan sya kmaren ngurus npwp krn pekerjaan.
    Jd saat ini pekerjaan sya gk jd (batal) dan jg keadaan nganggur.
    Jd sanksi terus berjalan kah?
    Gmana solusinya
    Sya kurang paham krn sya jg baru aja tamat skolah

Leave a reply to dedensae Cancel reply